Sunday, January 22, 2012

Saat Rasya lahir (bagian 1)

Fiuhhh...setelah menginap di RS selama empat malam, akhirnya Rasya sudah di rumah!!! Episode begadang pun berlanjut di rumah, bagi saya dan suami tentunya.

Mumpung Rasya lagi tidur, saya ingin berbagi cerita bagaimana proses persalinan Rasya. Terima kasih pada kecanggihan teknologi yang memungkinkan saya membuat post di blog secara mobile.

Selasa, 17 Januari 2012 pukul 19.30
Saya, Mama & suami sudah tiba di RS. Sementara suami mengurus administrasi, saya & mama menunggu di bagian depan RS. Kemudian kami langsung berjalan menuju ruang perawatan kebidanan. Begitu sampai, perawat memeriksa kondisi saya di ruang periksa. Mulai dari tekanan darah, suhu tubuh, sampai rekam denyut jantung bayi. Perut saya dilingkari semacam tali dengan alat mirip stetoskop yang berfungsi merekam denyut jantung bayi dan suaranya terdengar lewat sebuah alat yang juga menghasilkan grafik denyut jantung. Selama 20 menit, denyut jantung bayi direkam. Setelah seluruh pemeriksaan selesai, saya diperbolehkan masuk ke kamar rawat inap. Malam itu, Mama menemani saya. Itulah malam terakhir saya tidur dengan perut buncit hehehe.

Kamis, 18 Januari 2012
Persiapan menjelang operasi dimulai dengan merekam denyut jantung bayi, pemasangan infus, dan yang super nggak enak adalah...pasang kateter! Ouch!! Jangan ditanya rasanya seperti apa, pasti males untuk ketemu kateter lagi. Perlengkapan komplit, sekitar pukul 9 pun saya menuju ruang operasi,ditemani suami, Mama, diikuti Ami dan Ayah. Selama menunggu, saya bolak-balik membaca doa sambil memegang tangan suami. Sempat gugup dan takut, saya pun memutuskan untuk mendengarkan beberapa lagu lewat iPod sambil tetap berdoa. Tegang? Banget!

Sekitar 30 menit kemudian, saya masuk ruang operasi. Melihat & mengamati, kurang lebih miriplah seperti ruang operasi di serial Grey's Anatomy. Dua lampu besar, peralatan yang entah untuk apa saja, dan tempat tidur operasi yang sama sekali nggak empuk.

Pertama, proses pembiusan lewat suntikan di bagian bawah punggung, atau dikenal dengan epidural. Dua kali suntik dan obat bius langsung bekerja. Saya merasa bagian perut ke bawah kesemutan, tidak bisa digerakkan. Kedua, selang oksigen dan pengukur detak jantung pun dipasang. Lalu tepat di atas dada saya dipasang tirai, sehingga saya tidak bisa melihat jalannya operasi. Salah seorang perawat sempat bertanya, apakah saya bisa melihat area yang akan dibedah lewat pantulan lampu besar itu. Saya bilang, untung minus mata saya besar, jadi nggak bisa melihat apapun dengan jelas :p

Sebelum operasi, dr. Rahmad memimpin doa agar operasi berjalan lancar. Dan...operasi dimulai! Ada rasanya? Iya, saya tahu kok perut saya diobok-obok, tetapi tidak sakit. Lagipula ada seorang perawat yang mengajak saya ngobrol sehingga perhatian saya agak teralihkan. Tak sampai 30 menit setelah perut diobok-obok, tiba-tiba saya merasa sesak dan mual. Rupanya, saat itulah bayi saya diangkat. Dua orang perawat membantu mendorong (entah apa yang didorong) dari bagian atas. Sesaat rasa sesak itu berlalu, saya mendengar tangisan bayi!!! Alhamdulillah....

Lalu perawat menunjukkan pada saya, sosok bayi mungil putih bersih, dan matanya hitam sekali. 'Cowok ya bu, beratnya sekitar 2,9 kg.' Saya tersenyum dan menangis... :')

'Halo, sayang. Kamu ganteng sekali...'


(Bersambung)

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.