Di tempat kerja, saya punya dua orang teman satu ruangan, satu seorang bapak, satu lagi seorang ibu. Keduanya lebih senior daripada saya, bahkan cukup mengenal suami saya saat ia sekolah dulu. Kami bertiga sering banget bercerita macam-macam, mulai dari urusan pekerjaan, rencana liburan, hingga tentang anak.
Sebagai sesama ibu, saya dan teman saya sering sekali menceritakan perkembangan anak-anak kami. Anak beliau sudah besar, yang pertama kuliah tingkat tiga, yang kedua baru masuk kuliah. Kedua anaknya tinggal di Bandung. Sehari-hari, di sela pekerjaan kami, cerita soal si kakak sedang sibuk apa, si adik sedang asyik apa itu selalu muncul dan menjadi bahan obrolan atau malah diskusi seru.
Hingga kemarin, saya ditelepon beliau.
Anak pertamanya, si kakak, kecelakaan motor tunggal dan kondisinya kritis.
Astagfirullah...
Seharian saya berpikir banyak hal soal anak beliau itu. Berdoa mengharapkan keajaiban, tetapi juga berusaha merelakan jika Allah SWT memutuskan yang terbaik bagi si kakak. Saya juga terus memikirkan kondisi teman saya, sehingga saya tetap berusaha berkomunikasi dengannya via sms. Satu sms terakhir dari teman saya mengatakan bahwa peluang hidup si kakak tipis, seluruh keluarga sudah diminta berkumpul dan mengikhlaskan. Si kakak juga sudah dibantu oleh banyak alat untuk bertahan hidup pasca kecelakaan itu. Satu per satu alat penopang hidupnya pun akan dicabut.
Pukul 19.55 WITA, saya dikabari suami yang juga dapat kabar dari temannya.
Si kakak meninggal dunia, dalam usia yang masih sangat muda, sekitar 20 tahun.
Saya terdiam dalam hati, lalu menarik nafas panjang. Kebetulan saya sedang bersama seorang teman kerja dan kami saling mencurahkan perasaan kami yang tak karuan.
Saya nggak pernah bertemu si kakak, tetapi saya mengenalnya dari cerita sang ibu. Kekhawatiran sang ibu karena si kakak ini sibuk sekali, kebanggaan sang ibu atas prestasi si kakak, hingga harapan sang ibu untuk calon istri kakak kelak.
Saya juga merasa kehilangan... sangat kehilangan...dan berusaha merelakannya.
Saya tak kuasa membayangkan perasaan orang tua dan adiknya. Saya nggak bisa membayangkan apapun, kecuali ingin memeluk teman saya dengan erat.
Sebab bagi seorang ibu, kami bisa kehilangan apapun atau siapapun di dunia, kecuali anak. Karena anak adalah buah hati yang dinanti, dikandung dan dibawa ke mana-mana selama 9 bulan, dilahirkan dengan mengorbankan nyawa, hingga dibesarkan dengan penuh cinta.
Ketika takdir menjemput si anak, maka yang bisa kami lakukan sebagai seorang ibu hanya mengikhlaskan karena itu yang terbaik baginya.
Semoga si kakak tenang di sisi Allah SWT, itu adalah tempat terindah baginya saat ini dan yang akan datang. Semoga keluarga yang ditinggalkan kuat, tabah, serta mampu menjalani hari-hari berikutnya. Amin ya robbal'alamin....
deep condolescens ...
ReplyDelete