Kembali ke rutinitas, kembali ke 'kehidupan nyata.'
Liburan ke Jakarta kemarin sih berlangsung sebagaimana biasanya kalau saya ke sana: mall setiap hari :D Emang nggak ada tempat lain? Pergi kok, ke Taman Mini. Habis itu ya mall lagi, hehehehe. Cita-cita saya kesampaian deh, jalan ke Lotte Avenue Shopping World, 'pegang' (cap) tangan Siwon (iya, saya norak, tapi saya demen!), terus belanja baju incaran saya sejak lama, dan makan Bakmi GM! Mall lain juga saya sambangi, dari SMS, LW, Teko, sampai PIM. Mantap!
Boros? Lha, tujuan liburan kan memanfaatkan uang hasil kerja keras setahun (yang habis dipakai cuma seminggu). Balik ke rutinitas, ya balik nyangkul lagi :D
Akan tetapi, bukan soal liburan yang mau saya ceritakan. Dua minggu liburan dan terus bersama Rasya 24/7 saya mengamati satu kebiasaan baru Rasya. Sepanjang pengamatan saya, Rasya itu tergolong anak yang mudah beradaptasi. Saat baru mendarat di bandara, ia sempat enggan digendong Atung dan Eyang Uti, karena sudah lama nggak ketemu. Namun, saya tinggal sebentar untuk ambil bagasi, ia sudah tenang bersama papa saya dan nggak lama kemudian mau digendong yang lain. Begitu pun sampai rumah, rasa takutnya ya tetap ada, tetapi perlahan terkikis dan mulai mau bermain bersama orang rumah. Kebetulan, rumah orang tua saya selalu ramai karena ada eyang, om tante, dan sepupu-sepupu saya. Rupanya, Rasya cukup mudah menyesuaikan diri, ditambah adik-adik saya senang banget momong si keponakan ini.
Namun, saya lupa satu hal, Rasya ini gampang berubah suasana hatinya, moody. Kalau lagi nggak enak, atau keinginannya nggak dituruti, dia mulai mengeluarkan jurus marahnya. Jurus marah 'andalan' Rasya adalah teriakan nyaring memekakkan telinga, diikuti dengan melentingkan tubuh ke belakang. Jika ditaruh di lantai, ia akan merebahkan tubuhnya sambil terus menangis. Nggak guling-guling, tapi cukup bikin saya sebal dan pasang wajah-bingung-tapi-juga-nggak-bisa-marah.
Pernah satu malam, ia menangis tanpa henti selama 30 menit gara-gara saya lepas saat menyusui lantaran ia menggigit. Sialnya, saya telat menyusui lagi, sehingga ia menangis terusssss. Atau ketika di mall ia nggak mau mainan barunya disimpan, maunya dipegang meski berpotensi jatuh. Jadilah ia memegang sekotak mobil-mobilan sepanjang jalan di mall. Kemarin saat pulang di bandara pun begitu, ia memaksa ingin digendong, sementara saya sedang ambil troli untuk meletakkan tas. Karena merasa nggak diperhatikan, ia pun gegoleran di lantai, ngambek, meski nggak pakai drama nangis jejeritan (_ _)"
|
Tuh lihat, mobilannya dipegang terus |
Pertanyaan saya, anak ini belajar dari mana sih?
Pernah saya baca artikel di Mommies Daily tentang
tantrum dan mencocokkan dengan apa yang Rasya lakukan. Dari situ saya sadar bahwa ini memang fase yang wajar dilewati oleh anak. Apalagi anak balita lagi tinggi-tingginya sisi keakuan alias ego. Dalam pikiran dia, dunia berpusat pada dirinya, berputar di sekelilingnya, maka ia bisa melakukan hal-hal ajaib untuk membuat orang lain mau melakukan sesuatu yang ia mau. Salah satunya, ya itu marah-marah nggak jelas kalau keinginannya belum dituruti :p
Itulah kenapa kita disebut sebagai orang tua, punya posisi dan kuasa untuk 'mengendalikan' dan mengarahkan anak. Sebagai lawan dari ego anak tadi, kita perlu menegaskan padanya bahwa ia tak bisa sesuka hati untuk melakukan apa yang ia mau. Jika kita menuruti semua kemauannya, ini yang menjadi celah bagi anak untuk berbalik 'mengendalikan' orang tua. Menuruti semua kemauan anak sama dengan memanjakannya, dan saya nggak mau berlaku demikian. Maka, saya dan suami sepakat bahwa Rasya sudah harus dikasih tahu mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang patut dan tidak patut ia lakukan.
Saya percaya, anak seusia Rasya sudah bisa diajak berdialog atau berdiskusi, walaupun ia belum lancar bicara. Namun, ia punya kemauan yang amat sangat kuat, dan harus diarahkan. Jadi, setiap ia mulai melancarkan jurus ngambeknya, saya mengalihkannya pada hal-hal yang ia suka atau yang membuatnya tertawa. Untuk satu ini, Rasya gampang dialihkan perhatiannya. Bukan cuma mengimingi untuk memberikan sesuatu ya (apalagi mainan, bisa bangkrut!), tetapi melihat atau melakukan sesuatu yang ia sukai. Contoh, Rasya selalu tertawa jika mendengar saya menirukan suara tokek. Kalau di jalan, saya mengajaknya melihat truk yang seliweran. Pas di mall kemarin, diajak keliling lihat-lihat apa yang menarik, atau kalau sudah nggak bisa dialihkan ya dituruti sepanjang itu masih memungkinkan dilakukan.
Pengalihan itu dilakukan dengan catatan, kita sedang punya stok sabar segudang. Jika keburu tersulut rasa kesal, biasanya saya tinggalkan Rasya dulu. Membiarkan ia menangis sampai puas dan capek, atau membiarkan suami membujuknya. Setelah saya lebih lega, baru mendekatinya lagi. Meski ia marah pada saya, toh ia tetap tidak bisa menolak pelukan saya :')
Herannya, ketika saya tanya si mbak apakah Rasya juga gampang ngambek saat saya kerja, jawabannya ternyata tidak. Ia adalah anak yang manis. Begitu juga kata Mama saya ketika saya tinggal pergi sebentar. Saat Rasya bangun tidur, ia sempat menangis, lalu dipeluk Uti langsung mau, disuapi makan juga lahap, dan main-main dengan omnya. Sama sekali anteng dan nggak nyari mamanya.
Kata suami, Rasya tahu dengan kami, orang tuanya, ia bisa mendapatkan servis atau pelayanan ekstra. Jadi, ia leluasa mengekspresikan semua jenis emosinya jika bersama kami. Lucu ya?
However, even when he mad, he still looks cute. But not adorable, just cute. Itu yang bikin suami hobi banget godain Rasya sampai ia marah terus dipasrahkan ke saya. Grrrr!