Talk to talk!
Ketika saya menghitung hari menjelang hari pernikahan, kata 'komunikasi' menjadi kata yang paling saya ingat.
Saya dan calon suami berbeda kota, berbeda pulau. Komunikasi adalah hal yang harus selalu dilakukan untuk menyelesaikan semua urusan-urusan penting menjelang hari H.
Belum lagi soal bagaimana mempertemukan dua keluarga besar, yang masing-masing punya cara pandang dan kebiasaan berbeda.
Ini tantangan bagi kami, juga bagi keluarga besar kami masing-masing. Mengingat besarnya tekanan mendekati hari H, ditambah gaya berkomunikasi yang berbeda satu sama lain.
Calon suami mengaku pusing menghadapi semua urusan pernikahan, termasuk rencana resepsi kedua, eh, ketiga di kota asal calon suami. Ia menambahkan, seharusnya kami berdua bisa lebih santai dan berfokus pada diri sendiri sementara semua tetek bengek pernikahan diurus oleh orang lain yang terpercaya. Faktanya, si calon suami mesti memikirkan juga semua hal, sampai hal kecil sekalipun.
Di satu sisi saya mengamini pernyataan calon suami. Namun, jika itu menyangkut kepentingan kami berdua, memang kami tetap perlu turun tangan mengurus semuanya. Minimal tetap mengontrol bahwa semua aman terkendali. Inilah yang juga dilakukan oleh ibu saya dan saya.
Beruntung ibu saya adalah tipe ibu-ibu yang hobi mengatur, menata, dan mempercantik segala hal. She has her own taste. Saya pun tipe anak manis yang menurut kepada apa kata orang tua. Saya cuma berpikir, ibu saya hanya satu kali mantu, jadi silakan mengatur segala hal sesuai keinginannya. Apalagi posisi ibu saya sebagai pemangku hajat. Saya yakin betul ibu saya punya passion luar biasa dalam hal mengatur ini itu ;D
Meskipun begitu, ada beberapa hal yang tetap saya urus sendiri, seperti undangan, barang seserahan, dan tentu saja perawatan tubuh. Untuk dua hal terakhir, bagi saya menjadi kenikmatan luar biasa! Kapan lagi bisa berbelanja dan bermanja-manja di salon lama-lama tanpa khawatir uang habis? Ya, karena dibantu oleh calon suami! :P
Kembali lagi ke soal komunikasi.
Untung teknologi komunikasi sekarang serba canggih. Telepon hayukkk, bbm-an gratissss, kirim dokumen via email juga okee. Semua mempermudah. Namun, bagi kami mengurus pernikahan jarak jauh begini juga ribet. Ada banyak hal yang mestinya bisa dilakukan bersama jadi dilakukan sendiri-sendiri. Belum lagi jika menyangkut urusan keluarga masing-masing, waduh pusingnya bukan main!
Tetapi inilah seni dalam mempersiapkan pernikahan, bukan?
Butuh kesabaran ekstra dari semua pihak, juga saya dan calon suami.
Dan kalimat 'maklum, calon pengantin deg-degan' kerap jadi jurus ngeles saya kalau saya sedang sensitif atau melakukan kesalahan bodoh! :D