Halo!
Maaf belum sempat post lagi. Kalau absen sekian lama begini, biasanya pasti ada kejadian luar biasa.
Iya, Jumat malam lalu Rasya terpaksa numpang tidur di RS setelah didiagnosa terkena typhus. Kok bisaaaaa? *ambil nafas panjang sebelum mulai cerita*
Rabu siang, pulang dari TPA Rasya sumer, badannya hangat. Masih saya pantau sampai sore, pas magrib saya kasih obat parasetamol karena suhunya sudah 37,4 (apalagi pernah kejang). Malam itu masih saya kasih sekali lagi sekitar pukul 11. Saat sahur, rupanya dia ikut bangun. Nah, pas saya sedang makan, Rasya yang sedang duduk tiba-tiba terjatuh ke belakang dan langsung kejang. Spontan saya langsung menjerit dan si Ayah juga bertindak cepat. Alih-alih ambil stesolid, malah dumin duluan yang terpegang. Tancap obat, tapi Rasya masih kejang. Kemudian obatnya keluar lagi dari dubur. Panik, Rasya yang sudah dilepas bajunya langsung kami bawa ke bidan dekat rumah hanya dipeluk selimut tebal. Kejang berlangsung 'hanya' 5 menit, tetapi bagi saya terasa sangat lamaaaa....Apalagi wajahnya sempat membiru :'(
Di bidan, Rasya langsung diberi oksigen dan dibiarkan menangis kencang. Setelah kondisinya lebih stabil, Rasya kami bawa ke UGD untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Sekitar pukul 7 pagi, saya baru bisa pulang. Saat itulah hingga Jumat Rasya diare terus menerus, meski ia tak terlihat lemas dan tetap mau makan.
Akhirnya, Jumat siang kami ke dokter anak. Karena masih diare, dokter menyarankan Rasya untuk cek darah lebih dulu. Malamnya, begitu membaca hasil lab, dokter mengatakan, Rasya positif typhus. Mau tak mau, suka tak suka, Rasya harus dirawat malam itu juga. Ngilu, sedih, tapi ya tetap harus dilakukan. Dugaan sementara, mungkin penyebabnya air minum isi ulang yang nggak direbus lagi. Atau....kebiasaan Rasya memasukkan tangan ke mulut setelah pegang barang-barang lain, yang kadang lepas sejenak dari pengawasan kami.
Sempat terlintas rasa bersalah pada diri saya. Kenapa mesti Rasya? Apakah saya lalai menjaga kebersihan makanan dan minumannya? Padahal, saya selalu memasak untuknya, hanya kala tertentu saja kami beli makanan di luar, itu pun yang sudah kami tahu pasti kebersihannya. Sejuta tanya 'kenapa' masih terus berdesakan di kepala saya, bahkan saat Rasya sudah di RS.
Lalu, bagaimana selama di RS?
Satu yang pasti, Rasya sensitif banget kalau didatangi perawat. Karena saat pertama kali memasang infus, butuh tangan empat orang dewasa untuk memegang Rasya sementara tangannya disuntik. Itu pun dengan 3 kali percobaan. Belum lagi, hari kedua dirawat, infusnya macet, sehingga terpaksa dipindah dari tangan kiri ke kanan.
Alhamdulillah, selama di RS, Rasya tetap mau tenang di tempat tidur karena ditemani Sony Tablet milik saya, yang memang sengaja saya pasang aplikasi favoritnya. Saya bawa buku juga, buku cerita 'Emilie Belum Mau Tidur' favorit Rasya, sesekali berganti baca buku kalau waktunya memungkinkan. Jika harus membasuh Rasya dan tidak ada yang memegangi, terpaksa si tablet menjadi pengalih perhatian Rasya.
*lap keringat*
Ia juga tetap mau makan, meski kadang sedikit kadang banyak. Karena typhus, Rasya harus makan yang serba lembek dulu. Jauhi sayur dan buah. Susu pun harus diganti susu bebas laktosa (bye bye UHT!). Jadi, saya harus ekstra hati-hati menyiapkan makanan Rasya, meski bolak-balik ia merengek minta semua makanan dan minuman kesukaannya :(
Syukurlah, Selasa kemarin dia sudah boleh pulang. Mentang-mentang baru lepas infus, di rumah Rasya langsung berputar-putar ke sana kemari, padahal jalan pun masih doyong-doyong (_ _)" Energinya terpendam selama 4 hari, langsung meluap begitu menginjakkan kaki di rumah. Kalau nggak tahu Rasya sakit, dia memang terlihat sehat dan ceria, kecuali pipi dan kegempalan badannya yang agak menyusut.
Untuk sementara, Rasya bersama neneknya saat saya bekerja. Namun, saya tetap membawakannya bekal selama satu hari sampai sore. Berhubung pilihan agak terbatas, saya masih modifikasi menu-menu kesukaan Rasya nih. Selama teksturnya lembek, makanan seperti bubur, puding, puding roti kukus, skotel, dan kentang tumbuk nggak apa-apa ya. Tinggal yang bagian susu diganti susu bebas laktosa (yang harganya bikin nyengir kuda). Cuma karena saya masih sangat sangat hati-hati, susu pun belum saya coba pada Rasya. Mungkin satu dua hari lagi.
Singkat cerita, pengalaman ini jadi pembelajaran bagi saya dan suami. Meski saya masih merasa 'kecolongan' dengan sakitnya Rasya, seorang teman berkata, 'Ah, itu bukan kecolongan, tetapi memang sudah waktunya untuk sakit saja. Semua anak 'kan memang begitu, ada siklusnya.'
Kalimat teman saya itu membuat saya lebih ikhlas dan berbesar hati, menjadikan pengalaman rawat inap pertama Rasya ini sebagai cerita. Cerita untuk Rasya kelak, juga cerita untuk dibagikan pada semua orang tua bahwa kita harus selalu waspada pada hal sekecil apapun yang dialami anak.
Next agenda, Rasya harus melewati masa pemulihan yang tak sebentar hingga ia fit 100%. Kemudian, kami juga berencana menyunatnya sehubungan dengan fimosis yang ia alami. Mungkin habis Lebaran. Kesimpulannya, saya dengan rela membatalkan rencana mudik ke Jakarta. Bagaimanapun, kesembuhan Rasya adalah prioritas utama. Saya tak bisa menjadi egois dan memaksakan kehendak pada Rasya.
Doa saya cuma satu, semoga Rasya lekas sembuh dan ceria seperti sedia kala!
No comments:
Post a Comment