Wednesday, October 01, 2014

Catatan Rasya (28): Sekolah Kedua

Emm....sebetulnya cerita ini sudah terlalu lama ditunda. Tapi cerita hari pertama anak bersekolah itu pasti selalu dikenang setiap orang tua, terutama ibu. Soalnya, hari pertama sekolah adalah hari spesial! Bersekolah berarti anak siap-siap masuk ke lingkungan baru, yang lebih luas daripada keluarga dan rumah. Bersekolah berarti anak akan belajar banyak hal. Bukan cuma sekedar duduk manis belajar mewarnai atau menempel, tapi belajar bagaimana berinteraksi dengan teman sebaya, mengantri, berdoa, bermain bersama, dan hormat pada guru.

Hari pertama sekolah
Masuk PAUD
Rasya masuk PAUD di dekat rumah tepat pada usia 2,5 tahun. Mungkin bagi orang lain usia itu masih terlalu muda. Namun, saya dan suami sepakat menyekolahkan Rasya agar ia belajar bersosialisasi dengan teman sebaya dan merangsang perkembangan bahasanya. Di rumah orang tua saya, ia satu-satunya anak kecil yang otomatis dapat perhatian dari seisi rumah. Begitu pula di keluarga suami. Saya khawatir karena semua orang memanjakan Rasya, ia akan terbiasa diladeni, keinginannya dituruti. 

Nah, bersekolah sedikit banyak bisa menyeimbangkan hal itu. Di sekolah Rasya harus mau berbagi, bermain bergantian, dan mengikuti peraturan yang ada. Meski dia paling muda usianya di sekolah, bukan berarti semua orang boleh mengalah padanya. Ada kalanya Rasya harus mengalah karena temannya sudah lebih dulu duduk di kursi merah favoritnya. Ada saatnya juga Rasya harus berbagi duduk di pangkuan Ibu Guru bersama teman lainnya. Ia juga harus antri bermain perosotan dan mau sama-sama bermain ayunan dengan teman-temannya.

Beruntung saya sempat menemani Rasya sekolah selama 1 bulan, sebelum saya mulai bekerja. Biasalah, kalau diantar Mama pasti selalu ada drama, termasuk nggak mau mandi, marah-marah saat pakai baju, nggak mau baris, sampai saya ikut masuk kelas. Namun, lambat laun ia lebih mandiri dan mau mengikuti arahan gurunya. 

Pas awal-awal masuk, Rasya lebih sering 'dimaklumi' oleh gurunya karena dianggap anak bawang. Jadi, nggak apa-apa dia nggak mau baris, nggak apa-apa dia nggak mau duduk manis, dll. Malah saya yang merasa nggak enak! Alhamdulillah akhir-akhir ini ia lebih mudah diajak kerjasama, jadi bisa ikutan seluruh kegiatan di kelas. Salah satu kegiatan favoritnya adalah berbaris seperti kereta api untuk cuci tangan :)

Seragam
Bicara tentang seragam sekolah, saat awal sekolah saya sering sounding pada Rasya soal seragam apa yang dipakai selama tiga hari sekolah. Ini perlu saya lakukan, sebab ia sangat suka pakai celana jeans! Pergi keluar rumah = pakai celana jeans, ini yang tertanam dalam benaknya. Waktu itu saya mati-matian membujuknya untuk pakai seragam, sehingga selalu ada drama nggak mau pakai seragam. 

Maka, setiap pulang sekolah, saya selalu bilang pada Rasya, 'Rasya, nanti hari X ke sekolah pakai seragam A ya.' Begitu terus selama dua hari sampai besok sekolah. Dua minggu lebih saya 'sosialisasi' seragam ke Rasya, kini ia tahu dan hapal hari ini pakai seragam apa. Malam sebelum sekolah pasti saya tanya lagi, besok pakai seragam apa dan dijawab tepat olehnya, sehingga potensi drama pagi hari pun berkurang :D

Perkembangan Bahasa
Usia 2,5 - 3 tahun adalah saat yang tepat untuk 'membentuk' identitas diri anak. Ketika anak sudah lancar bicara, ia bisa diperkenalkan pada identitas yang menempel pada dirinya. Saya ingat pesan dari kolega guru dulu, anak bisa diajari soal nama, sekolah, dan nama orang tuanya. Peran keluarga saya dan suami juga sangat membantu Rasya dalam mengenali identitas dirinya. 
Bangga sekali saat ia bisa menyebut nama, umur, sekolah di mana, dan anak Ayah - Mama, plus menyebut nama Ayah dan Mama. Ia juga tahu ada beberapa kota penting yang pernah dan sedang ia tinggali. Menyebut nama anggota keluarga besar pun ia senang, sehingga bikin om tante dan eyang-eyangnya berlomba mengajari Rasya untuk memanggil nama mereka. 

Saat ini ia sedang berusaha merangkai kata ke dalam satu kalimat. Jumlah kosakatanya juga meningkat pesat dan ia mulai pandai membeo alias menirukan kata-kata yang baru saja diucapkan orang lain. Saya pun senang menelpon Rasya saat ia di rumah karena ia sudah bisa diajak bicara lewat telepon. Di sekolah pun ia sering menirukan apa yang dibicarakan teman atau gurunya.

--
Jadi, pindah ke kota, tinggal bersama keluarga besar, dan bersekolah sangat membantu tumbuh kembang Rasya. Sejauh ini, saya tetap percaya sekolah mampu membantu Rasya belajar lebih mandiri dan membentuk beragam keterampilannya. Keputusan menyekolahkan Rasya pun terasa tepat dan pas timing-nya. PAUD ibarat sekolah kedua bagi Rasya.

Tentu saja kami sebagai orang tua akan 'mempertajam' keterampilan itu di rumah, artinya ya tidak semata menyerahkannya pada sekolah. Bagaimanapun, sekolah pertama anak adalah rumah, guru pertama anak adalah orang tua. Anak selalu belajar dari apa yang ia lihat, dengar, rasakan, dan alami, karena itulah anak tahu dan kenal banyak hal pertama kali dari kita, orang tuanya :)

1 comment:

Powered by Blogger.