Sudah lama nih nggak cerita soal
si Kakak. Semakin ia besar, semakin banyak juga ulah Rasya yang bikin
geleng-geleng kepala. Kalau nanya ini itu mah dia paling jago deh, sampai saya
harus berhenti ngomong dulu karena sibuk merangkai jawaban. Bagian lain yang
paling menantang dari membesarkan si anak kicik adalah membuatnya sadar bahwa
ia bukan satu-satunya orang paling penting di dunia ini.
Well, namanya bocah umur segini, pola pikirnya memang masih
egosentris. Seolah ia adalah pusat dunia, maka semuanya harus benar atau tunduk
pada keinginannya. Sayangnya, itu nggak berlaku kalau berhadapan dengan Ayah
Mama, ya suami dan saya. Aturan nomor satu di rumah adalah harus mendengarkan
apa kata Ayah Mama. Bukan menuruti semua keinginan si bocil. Bagi kami, ada kok
waktunya kami mendengarkan apa mau Kakak dan mewujudkan permintaannya. Namun,
jelas tidak setiap hari.
Termasuk dalam hal ini adalah
ketika anak bertengkar dengan teman.
Photo by Mia Doan Thuc on Unsplash |
Anak bertengkar dengan teman
Alkisah, sejak pindah ke Bontang
lagi, Kakak resmi jadi bolang. Setiap sore dia pasti nggak ada di rumah. Sibuk
main sama teman-temannya, tetangga kanan kiri atau yang rumahnya beda blok.
Kebanyakan dia main di luar, kadang juga ajak teman-temannya main ke rumah,
atau main di rumah salah satu dari mereka.
Namun, ada kalanya acara main seru itu berakhir dengan berantem dan nangis. Sudah nggak terhitung deh berapa kali mereka berantem dan pasti ada yang nangis. Ternyata malah Rasya yang nangis paling kencang, sampai kadang keluar kalimat, “Aku nggak mau main sama kamu lagi!”
Yeah, Rasya bukan anak bawang di kelompok mainnya itu. Ada satu anak yang lebih kecil daripada dia, tapi justru Rasya yang paling sering nangis setiap berantem. Kalau sudah begitu, langkah pertama yang saya ambil biasanya menyuruh Rasya selesai main dan masuk rumah atau kamar. Soalnya, kalau dia nangis sampai emosional banget, alias penuh drama (_ _)”
Saya dan suami sama-sama tahu, Kakak ini anaknya sensitif dan apa-apa dimasukkan ke hati. Ya nggak heran juga jika berantem sama temannya, dia bakal jadi yang nangis paling kencang, terlepas dari siapa yang benar dan salah. Untungnya sih, teman-teman bocil ini entah gimana bisa memahami Rasya. Jadi ya, berantem hari ini sampe nangis-nangisan, besoknya juga main lagi. Enak ya jadi bocah? :D
Sikap orang tua saat anak bertengkar dengan teman
Berhubung tahu benar bagaimana sifat Rasya, saya dan suami
biasanya nggak terlalu ambil pusing k alau dia nangis heboh pas bertengkar
dengan temannya. Langkah-langkah yang biasa saya lakukan saat anak bertengkar dengan teman seperti
ini.
Minta anak masuk ke kamar
Atau ruangan lain supaya ia menjauh dari teman-temannya
lebih dulu. Ini langkah pertama yang harus dilakukan untuk ‘mengamankan’ anak
dari tindakan-tindakan yang nggak diinginkan. Sudahi dulu acara mainnya, sambil
membereskan mainan.
Membiarkan anak nangis sepuasnya
Perasaan kesal atau marah itu harus diluapkan, jangan
ditahan. Ini juga jadi latihan bagus bagi anak dalam mengenal,
mengidentifikasi, menerima, dan mengelola emosi negatif dalam dirinya. Jadi,
kalau dia nangis, soklah nangis sampai puas, TAPI menangislah di kamar, bukan
di depan teman-temannya. Kenapa? Jawaban pertama mungkin klise, malu bikin
heboh tetangga :P
Namun, bagi saya, menangis itu juga jadi ajang refleksi
Kakak atas rentetan kejadian yang ia alami barusan. Akan lebih baik jika ia
menangis sendirian, sambil menelaah semuanya pelan-pelan. Kalau menangis di
depan teman-temannya, ia masih tersulut rasa kesal dan marah. Yang ada, ya
nangisnya nggak reda-reda, kan?
Tanya kronologis ke teman anak
Kebetulan Rasya punya beberapa teman main. Kalau ia mendadak
nangis heboh, saya biasanya akan bertanya kepada salah satu dari mereka
bagaimana kronologisnya, apa yang sebetulnya terjadi. Biasanya sih berantemnya
anak nggak jauh-jauh dari rebutan mainan, ulah yang nggak disengaja, atau
hal-hal kecil lainnya. Setelah mendengarnya, jika Rasya punya andil dalam
masalah tersebut, saya akan minta maaf juga.
Ajak anak bicara setelah ia tenang
Setelah anak agak tenang, coba ajak ia bicara tentang
masalah yang ia alami. Tanyakan juga bagaimana kronologis kejadian itu. Soal
urutan kejadian, mungkin bisa ditemukan bagian-bagian yang tidak sinkron dengan
cerita temannya. Namun, saya membiasakan Rasya juga untuk berefleksi diri.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu Rasya bertengkar dengan
temannya.
“Aku dimarahi A sampai aku sedih. Cuma aku aja yang
dimarahi, huaaaaaaa.”
“Memangnya kamu habis ngapain kok dia sampai marah?”
Ditanya seperti ini, kadang Rasya diam, antara berpikir atau
berusaha menghindar. Di sinilah perlunya informasi dari teman anak soal
kronologis. Sebab kadang anak tak serta merta cerita apa adanya, terutama jika
ia punya andil dalam membuat masalah itu terjadi.
“Mama dengar, kamu tadi narik kepala Y sampai kejedut,
benar?”
Rasya mengangguk pelan, “Tapi aku nggak sengaja, Ma. Aku
nggak maksud begitu.”
“Oke, sengaja atau nggak sengaja, tapi A lihatnya nggak
begitu. Apalagi, Y itu kan adik A, yang dia lihat kamu bikin adiknya kesakitan
dan nangis. Sekarang Mama tanya, kalau Adek digangguin sama teman kamu sampai
nangis, perasaan kamu gimana?”
“Aku bakal marah banget sampai rasanya mau balas!” kata
Rasya berapi-api.
“Nah, itu juga yang dirasain A pas lihat kejadian itu.
Makanya, dia marah sekali ke kamu. Karena dia sayang adiknya, dia mau jagain
adiknya,” jelas saya panjang lebar sambil mengusap kepala Rasya.
Pesan yang saya tengah sampaikan adalah bahwa setiap orang
punya alasan untuk melakukan sesuatu. Temannya punya alasan kuat kenapa sampai
harus memarahi Rasya. Nggak akan ujug-ujug dia melakukan itu jika tidak ada
pemicunya. Di sinilah Rasya harus belajar memahami perspektif orang lain, yang
jelas tidak mungkin bisa ia pahami begitu saja. Makanya, saat membicarakan
masalah ini, saya biasanya mengulang dua kali hal yang sama, untuk memastikan
ia mengerti.
Ingatkan anak untuk berbaikan
Di akhir diskusi, saya ingatkan Rasya untuk meminta maaf
pada temannya, boleh hari itu juga atau esok hari. Setelah ngobrol begini,
biasanya ia merasa lebih lega dan kembali seperti biasa. Dan ya benar, besoknya
mereka semua main seperti tidak terjadi apa-apa. Bagi saya, terlepas dari siapa
yang salah, mereka tetap harus saling minta maaf. Ini melatih anak untuk
mengakui apa yang telah dilakukannya, tanpa harus menyalahkan orang lain atas
situasi yang terjadi.
Satu hal yang tak kalah penting, kita juga harus tahu
batasan mengintervensi konflik anak dan teman-temannya. Dalam cerita saya, saya
masuk hanya untuk memisahkan mereka, supaya nggak berlarut-larut (mengingat
gaya nangis Rasya yang heboh).
Hindari menjelekkan teman anak saat membicarakan masalah ini
dengan anak. Menuduh atau melabeli teman si kecil dengan sebutan nakal atau
bandel nggak membuat masalah ini selesai.
Justru saat anak
bertengkar dengan teman, ia belajar bagaimana mengelola konflik tersebut. Bertengkar
adalah hal biasa, yang penting bagaimana ia dan temannya saling berbaikan
setelah itu dan mau bermain bareng lagi. Latihan yang sempurna bagi anak dalam berinteraksi dengan orang lain, bukan?
Merkur Progress 500R/10 - Chrome - deccasino
ReplyDeleteMerkur Progress 500R/10. 4.5 kadangpintar out of 5 stars 3 reviews. Merkur หารายได้เสริม Progress 500R/10 is one of those rare rugs out deccasino there. It does not come in box and the Rating: 4.4 · 12 reviews