Saturday, September 22, 2018

Working At Home (2): 6 Hal yang Harus Dilakukan Setelah Mendapat Pekerjaan

Halo!

Kita bertemu lagi untuk sharing kedua tentang working at home. Jika pada bagian pertama kita awali dengan cara mulai bekerja di rumah, kali ini saya akan membahas lanjutannya.

Apa yang harus dilakukan setelah mendapat pekerjaan?

Ya, sekarang satu job sudah di tangan, terus gimana nih? Mungkin itu yang pertama kali muncul dalam benak teman-teman. Atau, malah merasa kaget dan takjub, “Kok ada sih orang yang berpikir saya bisa mengerjakan hal ini?”

Wah, itu berarti teman-teman sungguh punya kemampuan dan orang lain melihat itu. Segera atasi rasa shock itu dan langsung fokus pada pekerjaan yang didapat ya! Ssstt…ada deadline-nya lho!

Photo by JESHOOTS.COM on Unsplash

6 Hal yang Harus Dilakukan Setelah Mendapat Pekerjaan

Supaya nggak makin penasaran, coba intip 6 langkah ini ya!

Pahami pekerjaan secara rinci

Dalam pekerjaan tersebut, pasti klien memberikan brief tertentu. Setahu saya, di platform pekerjaan lepas setiap pekerjaan sudah punya deskripsi tentang apa yang harus dikerjakan dan diharapkan oleh klien. Berdasarkan informasi itulah biasanya kita terdorong untuk melamar pekerjaan tersebut.

Setelah resmi mendapatkan pekerjaan tersebut, biasanya klien akan menghubungi kita. Ini berdasarkan pengalaman saya menggunakan Sribulancer ya. Jujur, saya sendiri belum pernah berhasil mendapat job di situs tersebut. Namun, sudah pernah bertukar kontak dengan salah satu klien dan melakukan penjajakan awal. Pada tahap ini, kita boleh kok meminta deskripsi pekerjaan lebih rinci. Harus malah, supaya kita bisa mengerjakan sesuai harapan klien.

Lalu, pahami setiap detail tersebut. Jika ada yang tidak mengerti, coba googling dulu, baru konfirmasi kepada klien, apakah benar hal tersebut yang dimaksud. Berhubung semua pekerjaan remote ini dilakukan tanpa tatap muka, maka perhatian pada hal-hal kecil itu akan sangat membantu kita dalam menyelesaikan job.

Riset itu harus!

Apapun jenis pekerjaan yang kita dapat, selalu biasakan diri untuk melakukan riset lebih dahulu sebelum mulai mengerjakannya. Misalnya, saya mendapat pesanan artikel dengan tema bahan bangunan rumput sintetis. Agar tahu apa yang harus ditulis, maka harus melakukan riset kecil-kecilan lewat Google tentang macam-macam rumput sintetis, faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam membeli dan pemasangan, hingga bagaimana perawatannya. Dari informasi tersebut, baru saya bisa membayangkan kerangka tulisan seperti apa.

Bagaimana dengan pekerjaan lain, seperti desain poster atau ilustrasi? Riset tetap perlu, supaya kita bisa dapat inspirasi untuk topik yang diminta klien. Lebih jauh, jika klien mencantumkan identitas diri atau profil usahanya, lakukan juga riset untuk hal tersebut. Ini penting untuk memahami ‘kepribadian’ klien. Memang tidak semua klien mau buka-bukaan soal hal itu, lagi-lagi karena semua pekerjaan ini berlangsung dalam jalur online, di mana anonim itu adalah ‘hal biasa.’

Namun, jika kita memperoleh pekerjaan dari lini bisnis yang cukup besar, biasanya mereka cukup terbuka dengan informasi tersebut. Bahkan, mereka juga sudah punya panduan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Balik lagi ke poin satu: pahami betul brief yang diberikan!

Kapan deadline-nya?

Nah, ini dia yang kadang suka kita lewati. Perhatikan baik-baik kapan deadline pekerjaan ini harus dikirim kepada klien. Sangat baik jika kita punya satu agenda atau gunakan saja fitur kalender di hp untuk mencatat setiap deadline pekerjaan yang diambil. Dari situ, kita jadi bisa mengelola waktu kita saat mengerjakan setiap job. Termasuk tahu kapan perlu cari job lagi.

Pengalaman saya dengan Kontenesia, hampir setiap hari ada posting job dari admin. Namun, karena sistem pengambilan job secara lelang (siapa cepat dia dapat), maka belum tentu juga setiap hari dapat job. Akan tetapi, saya selalu berusaha mengambil pekerjaan dengan deadline yang tidak bertumpuk, maksimal tiga hari berturut-turut. Habis itu biasanya saya akan off dulu.

Masalahnya adalah kadang job sering datang di saat kita ingin istirahat hahaha :D Well, untuk satu ini saya balik ke prinsip ini: nggak ambil kesempatan yang ada, nggak dapat pekerjaan, maka uang juga nggak datang. Jadi, selalu berakhir dengan tetap ambil pekerjaan deh!

Kerjakan sesegera mungkin

Ini kuat banget hubungannya dengan soal menunda dan rasa malas. Apalagi, kalau jumlah pekerjaan tersebut banyak. Bisa dicicil, paling nggak mulai dari riset lebih dulu. Coba bikin corat-coret di buku catatan atau diskusi dengan seseorang yang mungkin memahami topik tersebut.

Prakteknya sih, saya bukan anggota anti mepet deadline club. Harus diakui, kerja mepet tenggat waktu itu bikin otak lebih semangat meluncurkan ide-ide segar hahaha. Namun, bagi saya hal ini berlaku untuk proses penulisan saja. Riset dan membangun kerangka tulisan sudah saya lakukan sejak hari pertama mendapat pekerjaan. Cuma eksekusi sering nungguin waktu dan mood yang tepat. Nggak jarang juga, ide-ide segar itu justru datang pada jam 2 atau 3 dini hari. Makanya, saya lebih suka bekerja pada jam tersebut.

Boleh ditiru nggak menurut teman-teman? ;)

Kirim ke klien dan bersiap untuk revisi

Nggak ada satu pekerjaan pun yang sempurna. Maka, begitu kita kirimkan hasil pekerjaan pada klien, bersiaplah untuk revisi. Berapa kali revisi? Tergantung klien, sampai mereka merasa puas dengan hasil kerja kita. Harus bersikap gimana saat klien complain soal hasil jerih payah kita? Tetap tenang dan jangan baper. Kalau kita baper, yang ada pekerjaan nggak selesai, uang juga nggak didapat. Sayang kan?

Bukan, bukannya saya jadi mendewakan klien bahwa kemauan mereka harus selalu dituruti. Namun, sebagaimana lazimnya layanan jasa, sebagai pemberi jasa tentu kita harus memberikan yang terbaik pada klien. Karena dari pelayanan terbaik itulah klien akan merasa puas dan tahu bagaimana kualitas diri kita, sehingga ia akan repeat order. Balik lagi ke kita untuk meminta jasa berikutnya.

Sekali lagi, pekerjaan ini tidak ada tatap muka atau kehadiran fisik sama sekali. Semua komunikasi berlangsung lewat kata-kata, dan mungkin suara atau video conference. Maka, kita juga harus siap mengerahkan kemampuan terbaik demi mendapatkan kepercayaan dari klien. Jadi, bukan cuma skripsi atau tesis yang harus direvisi berkali-kali, pekerjaan juga lho hehehe.

Kirim invoice yuk!

Terakhir, jangan lupa untuk menagihkan invoice pada klien ya! Jika teman-teman mendapat pekerjaan melalui platform untuk freelancer, silakan cek situs masing-masing perihal penagihan ini. Jika pekerjaan tersebut didapat secara personal, bisa berikan tagihan tertulis. Oya, pastikan soal revisi juga sudah termasuk dalam penagihan tersebut, sehingga teman-teman tidak rugi waktu dan tenaga ketika klien meminta revisi. Di Kontenesia, setiap klien membayar sejumlah tertentu untuk paket artikel yang diinginkan dengan batas revisi maksimal dua kali.



Itu dia 6 hal yang harus dilakukan setelah mendapat pekerjaan. Siklus ini bakal berulang terus setiap kali kita memperoleh job. Mungkin sedikit susah awalnya untuk membiasakan diri, tetapi setelah satu dua kali akhirnya kita bisa terbiasa dengan pola tersebut. Plus, jadi lebih pandai mengatur waktu pengambilan job.

Yuk, coba praktekkan di rumah!


Salam,
Dita

Sunday, September 16, 2018

Working At Home: 4 Cara untuk Mulai Bekerja di Rumah



Terhitung sudah satu tahun lebih saya resign dari kantor dan pindah ke Bontang untuk mendampingi suami bekerja di sini. Satu tahun pula saya tidak bekerja kantoran dan otomatis baju-baju kerja saya pun menganggur. Kostum harian paling hanya kaos dan celana, kadang daster malah. Tapi apakah saya lalu hanya sibuk dengan urusan rumah dan anak?

Alhamdulillah, saya masih punya kesibukan lain selain itu. Iya, saya kini menjadi freelance content writer di Kontenesia, penyedia layanan jasa penulisan artikel. Terhitung sejak akhir Desember 2017, sudah sekitar 9 bulan saya bekerja di sana. Hampir setiap hari saya harus berkutat dengan laptop dan membuat beragam artikel sesuai permintaan klien. Beragam tema sudah saya kerjakan, dari yang familier sampai yang kadang ajaib atau asing di telinga. Dari yang hanya 200 kata, caption, sampai 3.000 kata.

Bagian terbaiknya adalah semua dikerjakan secara remote alias dari rumah masing-masing. Hingga detik ini, belum pernah sekalipun saya bertatap muka dengan tim manajemen Kontenesia. Semua komunikasi dilakukan melalui chat room di platform khusus. Begitu pula soal pengambilan pekerjaan. Saya belajar menjadi penulis profesional di sini, termasuk teknis SEO dan EYD, serta pengeditan dasar tulisan. Nggak pakai teori, semua langsung praktek, learning by doing.

Apa yang saya lakukan sering mengundang tanya dari keluarga dan teman. Kamu ngapain aja? Kerja di rumah memang bisa menghasilkan? Cukup nggak tuh? Urusan rumah dan anak-anak gimana? Atau yang paling bikin penasaran: bagaimana cara mulai bekerja di rumah?

Nah, untuk beberapa post ke depan, saya akan coba berbagi soal working at home atau bekerja di rumah. Kali ini, kita bahas soal bagaimana cara mulai bekerja di rumah. Yuk, simak bersama!


4 Cara Mulai Bekerja di Rumah

Saya teringat ketika sudah resign, saya sibuk sekali mencari informasi soal pekerjaan lepas di  Sribulancer. Namun, setelah beberapa kali mencoba bidding pekerjaan, belum berjodoh. Saat itu, saya masih fokus sebagai kontributor Tabloid Nakita. Sampai akhirnya Nakita berhenti terbit dalam format media cetak pada Desember 2017, bertepatan dengan bukaan lowongan kerja penulis di Kontenesia. Mungkin memang sudah jalannya demikian ya. Ketika satu pintu itu tertutup, pintu lain terbuka.

Berkaca dari pengalaman saya pribadi, plus beberapa hasil baca-baca singkat di The Balance Careers, berikut 4 cara untuk mulai bekerja di rumah.

Kenali passion dan keahlian yang dimiliki

Inilah pentingnya punya suatu keahlian yang sungguh dikuasai. Cari tahu apa passion atau sesuatu yang kita kuasai dengan baik. Misalnya, suka menggambar, bikin kerajinan tangan, memasak, menulis, edit video, utak-atik software, senang mengatur ini itu, menyanyi, main alat musik, menari, atau jadi MC.

Kalau saya, kebetulan menulis itu sudah hobi sejak lama. Baru terpikir untuk jadi ladang penghasilan sejak resign dan pindah. Lewat tulisan di blog pribadi dan artikel-artikel parenting di Nakita, saya merasa cukup percaya diri untuk melamar pekerjaan sebagai penulis lepas di Kontenesia. Sisanya? Ya tetap belajar dan terus mengasah kemampuan untuk jadi penulis yang lebih profesional. Karena meski jadi freelancer, kan tetap ada aturan-aturan yang mengikat. Bebas yang terbatas itu tetap berlaku sekalipun kita menjadi seorang pekerja lepas.

 

Cari informasi dan tempat yang tepat untuk memulai

Sudah tahu apa keahlian yang dimiliki? Sekarang waktunya cari informasi dan tempat yang tepat untuk memulai. Langsung googling saja pekerjaan apa yang ingin dicari atau bergabung ke situs seperti Sribulancer, Freelancer, dan Get Craft. Pahami juga bagaimana aturan yang berlaku dan cara kerjanya. Lalu ikuti deh sistem yang berlangsung. Atau, bisa juga dengan mempromosikan diri ke teman soal jasa yang bisa dilakukan.

Beberapa artikel menarik yang bisa dibaca:


Siapkan “lingkungan kerja” yang kondusif

Meski kerjanya hanya di rumah, bukan berarti nggak butuh tempat kerja yang nyaman. Ini sebetulnya relatif sih buat setiap orang. Punya meja kerja sendiri memang lebih enak. Bikin kita fokus sama kerjaan. Atau kalau memang hobinya kerja di kafe atau co-working space yang lagi tren itu juga oke-oke saja (asal dananya cukup ya!). Kalau saya, punya beberapa spot enak di rumah untuk bekerja. Paling sering di tempat tidur karena sambil nemenin anak tidur siang. Kadang di meja makan. Mana yang pas sesuai kondisi.

Soal peralatan, tentu sesuai dengan pekerjaan yang kita tekuni. Paling standar laptop dan koneksi internet yang cukup. Nggak punya koneksi internet atau wi-fi seperti saya? Manfaatkan tethering wi-fi dari smartphone saat harus kirim email. Browsing bahannya cukup lewat hp saja. Jadi, nggak mesti nunggu punya fasilitas super wah untuk mulai kerja di rumah. Modal utama sih cuma satu: NIAT.  

 

Punya time management yang baik

Siapa bilang jadi freelancer itu sungguh-sungguh bebas? Nggak, justru karena bebas itu kita harus pandai mengatur waktu. Ya itu tadi, bebasnya terbatas. Apalagi, kalau kita sudah berkeluarga, tantangan time management jadi double. Dasar mengelola waktu dengan baik adalah punya prioritas.

Jika masih lajang, tentunya lebih mudah. Kita hanya harus mengalahkan diri sendiri, yang kadang muncul lewat rasa malas dan ingin menunda pekerjaan. Saya juga sering merasakannya kok :D Namun, coba bentengi hal tersebut dengan membuat jadwal rutin untuk bekerja. Misalnya, setiap hari kita punya dua sesi untuk bekerja di rumah, yakni pukul 09.00 – 12.00 dan pukul 14.00 – 17.00. Di luar jam itu, kita bisa melakukan kegiatan harian lainnya. Waktu kerja ekstra alias lembur bisa dilakukan jika memang sedang dikejar deadline. Asal, imbangi juga dengan istirahat cukup dan makan teratur.

Berbeda dengan saya yang menjadi working-at-home-mom. Waktu kerja saya nggak sefleksibel itu, tapi tetap bisa produktif. Setiap hari, saya baru bisa buka laptop dengan tenang jika Runa tidur pagi atau siang. Paling lama hanya tiga jam. Di luar itu, sering multitasking, menemani anak-anak sambil bekerja. Plus, bangun jam 2.30  untuk bekerja penuh sampai jam 5 pagi.

Kalau sedang on fire, pada kurun waktu tersebut saya bisa menghasilkan 2 – 3 artikel, tergantung jumlah kata. Namun, pernah juga satu artikel kelarnya lamaaaa sekali karena diajak main terus sama anak-anak hahaha. Mau nggak mau saya pun bangun pagi-pagi buta biar bisa fokus menulis.



Nah, itu 4 cara mulai bekerja di rumah. Kelihatannya simpel memang, tapi paling penting tentu saja NIAT yang kuat

Bagi saya pribadi, ketika seseorang berani mengambil keputusan untuk bekerja di rumah alih-alih pekerjaan kantoran, maka ia sudah punya motivasi kuat untuk terus memacu dirinya maju dan berkembang. Karena prinsip bekerja di rumah adalah nggak ambil kesempatan yang ada, nggak dapat pekerjaan, maka uang juga nggak datang.

Jadi, berani coba mulai bekerja di rumah?

Salam,

Dita
Powered by Blogger.