Cerita Kehamilan Keempat Saya
Di penghujung kehamilan saya, ada banyak cerita yang terlewatkan untuk saya bagi di sini. Maklum, pada kehamilan keempat ini, saya lebih sibuk bekerja dan sibuk menghabiskan waktu bersama Rasya. Berbeda dengan kehamilan Rasya dulu, yang mana saya hanya berdua suami dan beban kerja juga tak sebanyak sekarang. Pada kehamilan keempat ini, saya lebih cepat lelah, lebih banyak keluhan terutama seputar rasa sakit di bagian kaki (sering kram). Mungkin memang hamil usia 20-an dan usia 30-an itu berbeda ya, hahaha.
Namun, cerita paling hits-nya adalah saya sempat dirawat di rumah sakit pada usia kehamilan 28 minggu lantaran badan demam tinggi dan.....gondongan! Ya, rupanya saya tertular gondongan dari Rasya yang lebih dulu sakit serupa seminggu sebelum saya sakit. Persis saat ulang tahun pernikahan saya dan suami, sore harinya saya demam sampai 39 derajat Celcius. Buru-buru Mama membawa saya ke UGD Eka Hospital, BSD. Ujung-ujungnya, saya harus dirawat di ruang isolasi karena dianggap membawa virus. Jadilah saya ngendon di RS selama 3 hari 2 malam. Seenak-enaknya di RS tetap lebih enak di rumah sendirilah yaaaa. Lagipula janggal banget masa dirawat di RS gara-gara gondongan. Sepulang dari RS pun, saya masih harus jadi tahanan rumah karena masih bengkak di dekat leher. Untunglah, bayi dalam kandungan saya sehat-sehat saja, meski sempat bikin khawatir lantaran gerakannya aktif banget saat demam saya meninggi. Pada usia kehamilan 28 minggu itu pula jenis kelamin si kecil berhasil diperkirakan oleh dokter kandungan favorit saya hehehe. Alhamdulillah sesuai harapan saya dan suami :D
Memasuki usia kandungan 7 bulan inilah, saya dan suami sepakat berganti dokter kandungan. Sebetulnya, dokter kandungan favorit saya ya di Eka Hospital itu. Namun, apa daya, dana kami berdua tak mencukupi untuk biaya bersalin di sana. Apalagi saya harus menjalani operasi SC untuk melahirkan, karena minus mata kanan tinggi. Jadi, cukup tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk melahirkan di sana, sembari berandai-andai saja. Dokter favorit saya pun berbaik hati menginformasikan rekannya yang berpraktek di RS Bunda Dalima, sehingga saya dan suami sepakat memilih RS tersebut untuk bersalin nanti, dengan menggunakan fasilitas BPJS yang kami sekeluarga miliki (suami saya PNS).
Minggu-minggu berikutnya, saya jadi rajin bolak-balik ke klinik faskes 1 dan ke RS untuk kontrol kandungan. Alhamdulillah prosesnya relatif mudah, meski dibilang ribet juga nggak, gampang juga nggak. Prinsipnya kalau pakai BPJS adalah, cukup terima saja apa yang diberikan, lha wong bayarnya sudah dipotong dari gaji bulanan suami. Modal fotokopi KTP dan kartu BPJS itu penting, dan jangan lupa selalu cek surat rujukan dari faskes 1. Memang sih saya cukup senang karena pilihan rumah sakit rujukan saya cukup oke, dalam arti tidak terlalu ramai, antri pasien juga tidak banyak, dan fasilitas cukup (meski butuh upgrade banyak untuk beberapa hal). Dokter kandungan yang direkomendasikan juga cukup oke, meski yaaa tidak sekomunikatif dokter favorit tadi hihihi (ada rupa ada harga!). Namun, yang saya sukai dari RS ini adalah hampir seluruh staf dan perawatnya sangat informatif soal BPJS. Jadi, bagi pasien yang sudah punya BPJS selalu didorong untuk mau memanfaatkan BPJS-nya. Pertanyaan "Bayinya sudah didaftarkan BPJS?" selalu diajukan, karena itu akan memudahkan orang tua juga saat si kecil lahir nanti.
Meskipun demikian, saya agak terintimidasi dengan kenyataan bahwa melahirkan SC dengan BPJS itu artinya sistem paket 3 hari saja. Cukup 3 hari di RS dan langsung pulang! Sementara waktu saya melahirkan Rasya dulu, saya menghabiskan hampir 5 hari di RS. Cuma 3 hari? Gimana itu belajar jalannya? Ngilu membayangkannya saja.....Tapi di titik ini, saya cuma bisa pasrah sih....
Pada kehamilan keempat ini pula, saya dan suami dihadapkan pada pilihan long distance marriage, sejak usia kandungan saya 4 bulan. Seselesainya studi S2 suami, bulan Oktober lalu suami saya harus kembali ke Bontang untuk bekerja. Jangan tanya betapa galaunya saya yaaaa........... Namanya hamil, kan pengennya deket-deket suami, manja-manja sama suami. Lha ini....jauh-jauhan dari suami. Praktis tiga bulan saya nggak ketemu suami. Baru Januari lalu suami sempat ke Jakarta, itu pun hanya saat weekend. Sebentar banget dan rasanya nggak rela pisah. Saya sampai ambil cuti satu hari agar bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama suami. Rencananya, saat melahirkan nanti suami akan cuti seminggu untuk mendampingi saya melahirkan. Semoga lancar, amin!
Satu hal yang pasti dan nyata terlihat adalah selama hamil keempat ini saya lebih rajin dandan dan gandrung dengan lipstik merah. Dulu mah saya cuma suka warna nude. Sekarang lebih centil, hihihihi. Nggak lupa juga foto-foto untuk kirim ke suami, seperti foto-foto di atas itu. Berat badan saya naik 12 kg, dan tubuh saya nggak berubah banyak, kecuali perut tentunya. Yang jelas saya menikmati sekali hamil ini. Sekarang giliran berdoa lebih dan ekstra jaga kesehatan untuk persalinan nanti. Doakan semoga lancar yaaa! :)
No comments: