#Modyarhood: Bermain sambil Belajar, Gampang tapi Susah!
Wah, akhirnya Modyarhood yang
ditunggu-tunggu datang lagi!
Kalau Mamamo bilang nggak ada
yang nungguin, salah banget. Saya terus bertanya-tanya, kapan nih ditantang untuk curhat ala buibu seputar
pengasuhan anak. Alhamdulilah bulan ini ada, mana hadiahnya ciamik pula!
Apa tema bulan ini?
Mainan dan permainan anak-anak
Asyik! Soalnya, anak-anak dan
mainan itu ibarat perangko dan amplop, juga kayak Indom***t dan A***mart, nggak
bakal bisa dipisahin, pasti ke mana-mana selalu barengan.
Itu sih terjadi pada kedua anak
saya. Si Kakak nih, setiap pergi pasti bawa mainan, terutama mobil-mobilan diecast kesayangannya (yang udah nggak
bisa dihitung jumlahnya). Kalau si Adek belum terlalu keliatan, tapi saya
selalu biasain dia bawa buku.
Apalagi, anak itu belajar lewat
bermain. Nggak heran kalau majalah Bobo saja sempat pakai tagline begini, “Bobo, teman bermain dan belajar! B-O-B-O, BOBO!” Yak
ketauan umur saya deh.
Tagline itu juga sejalan nih dengan apa yang dikatakan seorang
antropolog Amerika Serikat, George Dorsey.
Playing is the beginning of knowledge
Nggak bermain, anak nggak
belajar, karena bermain itu awal mula pengetahuannya terbentuk. Dengan bermain,
anak terdorong untuk eksplorasi sesuatu yang baru. Ujungnya, dia jadi terampil
dan menguasainya dengan baik.
Bolehlah para ahli bilang begitu.
Menumbuhkan minat anak pada suatu mainan itu mungkin gampang, yang susah adalah
bagaimana kita tetap KONSISTEN
mendampingi anak bermain dan terus EKSPLORASI
minatnya itu.
Semangat Beli? Konsisten Nggak?
Jujur deh, saya ini paling
semangat beliin anak-anak mainan baru. Tapi berapa lama sih mainan itu bakal
jadi bintang di rumah? Nggak lama sayangnya, paling banter dua minggu. Habis
itu anak-anak ya balik lagi sama mainan yang itu-itu aja.
Kok bisa gitu?
Karena balik juga ke kita. Anak itu
kan mencontoh plek-plekan apa yang kita lakukan. Kalau kita nggak ngajak dia
main mainan tersebut, ya nggak bakal disentuh mainannya.
Akhirnya ya, saya balikin lagi ke
anak. Apa yang bikin dia tertarik untuk dimainkan, asal nggak mainin perasaan
lho. Itulah kenapa, sejak Rasya kecil dulu cita-cita saya punya seperangkat
permainan Montessori sudah saya buang jauh-jauh. Karena saya tahu nggak bisa
konsisten mendampingi dia bermain. Harganya pun nggak murah euy! Ini akhirnya
berlanjut ketika Runa mulai aktif bermain.
Sebagai kompensasi, saya
memberikan Rasya dan Runa kesempatan eksplorasi dari barang-barang yang ia
temui sehari-hari. Toh dasarnya kan sama, yakni mengasah keterampilan motorik
anak. Maka, saya biarkan ia bermain busa saat mandi, eksperimen dengan
peralatan masak, pegang susu kotak sendiri sambil bolak-balik masukin sedotan, makan
sendiri sampai belepotan, hingga mainin dompet saya (pernah kehilangan kartu
penting gara-gara dibongkar Kakak, entah nyelip di mana).
Bener banget nih yang diutarakan
Mamamo!
Cara ini cukup berhasil saya
terapkan ke Rasya. Sebagai anak pertama, dia punya privilege karena semua orang menghujani dia dengan berbagai macam
mainan. Hampir semua jenis mainan dia (pernah) punya. Tapi, mana yang akhirnya
paling sering dia mainkan? Nggak banyak. Cuma mobil-mobilan dan Lego. Belakangan,
dia juga lagi senang gambar, sehingga akhir-akhir ini lebih sering beliin dia
buku gambar ketimbang mobil-mobilan (yeay, mamak lebih hemat!).
Bukannya saya nggak mencoba
memperkenalkan semua jenis permainan ke Rasya ya. Malah, pas masih kerja dulu,
boleh dibilang saya lebih rajin buka pinterest dan save semua DIY busybook,
printable, dan inspirasi mainan ala Montessori. Sayang eksekusinya nyaris
nol besar, persis kayak cerita Puty :D
Ya pernah sih beberapa kali,
seperti fingerpaint pakai cat dari
jelly, main busa berwarna modal sabun cuci piring dan pewarna makanan, bikin playdough sendiri, atau bikin DIY costume superhero dari kardus bekas.
Cuma ya itu, balik lagi, nggak konsisten hahaha.
Apalagi, setelah ada Runa.
Bekerja di rumah sebagai freelance
content writer malah bikin saya makin malas nyiapin pernak-pernik mainan
ala DIY gitu. Nggak sempat, beneran. Kalau lagi off, saya hanya pengen gegoleran aja atau baca buku. Bukan bikin
prakarya.
Tuh, DIY busybook buat Runa terbengkalai begitu. Padahal, sudah jadi 2,5 halaman lho. Dan Runa kelihatan sudah mulai tertarik juga. Tapi semangat untuk berkarya kok masih redup ya, cuma mau beli juga sayang duit. Dilema ya?
Eksplorasi Lagi dan Lagi
Ada pepatah bilang, anak itu
membutuhkan kehadiran kita, bukan hadiah-hadiah yang kita berikan. Itulah
kenapa, anak nggak bakal bisa main sendiri gitu aja, tanpa pendampingan kita. Apalagi,
anak usia 0 – 3 tahun. Harus ditemenin, diajarin cara mainnya, dan dikasih
kesempatan anak untuk coba juga. Ngapain beli mainan mahal-mahal kalau kita
nggak punya waktu untuk nemenin anak bermain, ya kan?
Sejalan juga sama konsisten tadi, tugas kita saat nemenin anak main adalah untuk eksplorasi minatnya. Dari berbagai mainan dan permainan yang pernah kita berikan, pasti nanti bakal mengerucut ke satu atau dua jenis saja. Kalau sudah di tahap itu, terus deh dipupuk
Lagi-lagi, saya sudah melihat ini
pada Rasya. Minatnya pada Lego itu nggak tumbuh dalam semalam, sebulan, atau
setahun. Lebih dari setahun!
Seperti di foto ini, semua
berawal dari dia tertarik pada balok-balok kayu. Lalu, naik kelas main brick yang lebih besar seperti Duplo.
Naik lagi tingkat kesulitannya, gimana dia merakit setiap brick Lego sesuai petunjuk gambar. Sampai sekarang, dia bisa bikin
berbagai macam bentuk sesuai imajinasinya saja, tanpa panduan apa pun.
Kalau saya tanya, kok bisa sih
dia bikin seperti itu? Rasya selalu jawab, “Aku bikin ini pakai otakku, Ma.” :D
Sama halnya seperti menggambar. Semua
berawal dari … corat-coret tembok yang super masif di rumah. Sejak Rasya kenal
krayon, dia pakai segala bidang buat ngetes krayon kesayangannya. Ya begitulah
hasilnya hahaha. Tapi semakin terarah begitu ia besar, saya juga tinggal
mendampingi dia untuk mengasah skill tersebut.
Pola serupa juga saya terapkan
pada Runa. Sebagai reseller buku,
siapa lagi yang jadi tester kalau
bukan anak? Rasya pun saya kenalkan buku sejak kurang dari setahun, tetapi Runa
lebih dini lagi. Dari usia 2 bulan sudah saya buatkan kartu bergambar kontras,
juga beli buku high contrast dan board book kecil.
Lama kelamaan, saya melihat Runa lebih tertarik buku daripada mainan. Makanya, boleh dibilang mainan Runa nggak sebanyak Rasya. Dulu semua mainan toddler kayaknya Rasya punya. Sekarang, Runa pakai mainan Kakak waktu kecil. Kalaupun ada yang baru, itu hadiah dari eyangnya. Atau ayahnya yang beliin karena nggak rela si pwetty bébé hanya main mainan bekas kakaknya. Paling banyak ya boneka, karena anak gadis ini gemas banget lihat yang unyu-unyu.
Lewat buku juga saya melatih keterampilan motorik Runa. Beberapa jenis buku yang punya fitur flip flap, geser putar, touch and feel seperti buku terbitan Rabbit Hole ini jadi andalan saya. Selain itu, sama seperti Rasya, saya juga membiarkan Runa coba-coba sendiri apa yang ia lihat sehari-hari, termasuk mainan Lego punya kakaknya dan tentu saja, dompet saya.
Cara ini tentu lebih hemat biaya
kan? Hidup buibu medit, eh irit!
Nah, gampang kan ngajak anak
bermain sekaligus belajar? Sekarang tinggal kita yang membenahi diri supaya
bisa tetap KONSISTEN mendampingi anak
bermain demi bisa EKSPLORASI minat
anak. Bagian dari kewajiban kita sebagai orang tua lho!
Ssssttt…ajak pak suami juga ya,
buibu!
Salam,
Dita
No comments: