Tentang Merangkai Kata
Menulis alias merangkai kata sudah menjadi bagian hidup saya
sejak lama. Seingat saya, sejak SD saya suka menulis puisi dan buku harian, selain menggambar.
Ditambah dengan kegemaran saya dan para sahabat surat menyurat yang membuat
kami tergabung dalam geng LP (Letter Paper). Ya isinya sih hanya curhatan anak
kecil yang beranjak remaja, tetapi saya yakin itu memupuk kebiasaan menulis
saya. Hal ini berlanjut saat SMP, saya dan dua orang sahabat punya satu buku
khusus yang menjadi arena bermain kami merangkai kata. Puisi, cerpen, atau
jurnal harian kami tulis di situ. Pun ketika salah satu sahabat saya pindah
sekolah, kami tetap melanjutkan kebiasaan itu. Agaknya buku-buku tersebut masih
disimpan oleh Nelly sampai sekarang J
Beranjak SMA, saya mulai diracuni novel Pintu karya Fira
Basuki oleh Nelly, yang berakhir pada tugas resensi untuk pelajaran Bahasa
Indonesia. Eh siapa kira, hasil resensi saya itu membuat Ibu Marcell, guru
Bahasa Indonesia, ‘memaksa’ saya ikut lomba menulis esai IKAPI Jakarta. Maka
saya menulis sebuah esai berjudul “Masih Ada Harapan untuk Indonesiaku.” Ibu
Marcell mengirim esai tersebut bersama beberapa karya teman.
Siapa kira, esai itu adalah awal kecintaan sejati saya pada
dunia merangkai kata. Saya meraih juara Harapan I dalam lomba tersebut, sesuatu
yang saya pikir nggak mungkin terjadi sebelumnya. Bekal juara itu menjadikan
saya yakin, “Hei, saya bisa menulis!”
Gambar dari sini |
Keasyikan merangkai kata ini menjalar pada masa kuliah.
Dengan semangat ’45 saya mengikuti BPPM Psikomedia di Fakultas Psikologi UGM.
Selama tiga tahun berkarya, kemampuan merangkai kata saya meningkat, ditambah
dengan sedikit kecakapan mengatur tata letak buletin/majalah. Saya gemar
menyunting, maka saya sering didapuk menjadi editor di tim redaksi. Bawaannya
gatal setiap melihat ada salah penempatan tanda baca atau pemilihan kata yang
kurang pas, hehehe.
Kewajiban menuntaskan pendidikan dengan skripsi juga menjadi
wadah meluapkan semua pemikiran saya. Hanya satu hal yang saya sesali dulu,
mengapa saya kurang berani mengirimkan artikel ke harian Kompas Jogja! Padahal,
Kompas Jogja punya satu rubrik khusus tulisan mahasiswa dan saya melewatkan
kesempatan itu.
Memasuki dunia kerja, kegemaran ini disambut positif oleh
Emak Ratih Ibrahim. Saya ditantang untuk menulis beberapa artikel, ditambah membantunya
menjawab pertanyaan wartawan, hingga akhirnya saya dipercaya untuk menjadi
narasumber di beberapa media cetak. Ya, nama saya yang dicantumkan pada media
cetak! Wow!
Itu adalah pencapaian besar bagi saya ketika itu!
Kini, saya menjadikan menulis sebagai ajang menumpahkan isi
pikiran, tentang segala hal yang berputar dalam hidup saya. Menjadi seorang
istri dan ibu, tumbuh kembang Rasya, pemikiran yang berpijak pada teori
psikologi, materi ajar, dan hal-hal yang menjadi bagian diri saya sejak dulu. Setiap
menulis, saya merasa setiap kata meluncur dengan cepat dalam pikiran, bersuara
dan mendesak untuk dikeluarkan. Jika tidak dikeluarkan, saya bisa gila! *lebay sih, tapi ini seriuss!*
Pinjam di sini |
Pada akhirnya, menulislah yang membuat saya tetap sehat,
bahagia, dan waras ;)
Perkenalkan, saya Dita, suka merangkai kata dalam bentuk esai atau tulisan non-fiksi, spesialisasi seputar tumbuh kembang anak dan remaja (dan berbagai pikiran ngawur yang datang silih berganti)
Ini passion saya! J
Mbaakk, tinggal di Bontang dan alumni psikologi juga ya?
ReplyDeleteSalam kenal dari Retno :-)
iyaaa, salam kenal juga :)
Deletetinggal di mana Mbak? Saya di BSD :-)
Deletesanaan dikit-nya BSD *jangan sebut di sini ah, Mbak* :D
Delete