Friday, August 31, 2012

"Di balik layar" kehidupan saya

Besar sebagai anak seorang ibu bekerja, membuat saya terbiasa dengan kehadiran pembantu atau asisten rumah tangga (ART). Entah sudah berapa puluh orang yang datang dan pergi sejak saya terlahir di dunia ini dengan status anak pertama Papa dan Mama. Konon kata Mama, saat saya lahir ada dua orang yang mengasuh saya di rumah kontrakan Cipete, yaitu Uu Uti dan Mbak Cucu. Saya sama sekali tidak ingat rupa Uu Uti, bahkan ketika beliau tiada pun saya tidak tahu. Namun, dengan Mbak Cucu, saya sangat dekat, bahkan hingga sekarang kami masih sering bertemu. Lebaran kemarin pun ia datang dan ke rumah saat acara turun tanah Rasya, plus mengasuh Rasya tentu saja.

Mbak Cucu membantu kami di rumah hanya sampai Gilang lahir, yaaa kira-kira 15 tahun, seumuran saya deh. Setelah itu ia pulang kampung dan menikah. Sejak Gilang lahir, ada ART yang khusus mengasuh Gilang dan juga mengurus rumah. Namun, saya lupa persisnya tahun berapa, keluarga adik Papa pun ikut tinggal di rumah kami. Mungkin sekitar tahun 2003?

Kehadiran Om Dian sekeluarga sebenarnya bukan hal baru sih. Om Dian, adik bungsu Papa, memang sering  tinggal di rumah sejak zaman bujang. Sampai akhirnya menikah dengan Bi Eti pun sempat tinggal di Sukabumi sebelum pindah ke rumah. 

Keuntungan besar bagi kami sekeluarga ketika ada Bi Eti adalah ada orang yang bisa dipercaya luar dalam untuk urusan rumah. Bi Eti saya ibaratkan sebagai kepala urusan rumah tangga. Semua barang di rumah, Bi Eti tahu tempatnya. Urusan masak memasak, Bi Eti jagonya. Lupa bawa sesuatu, minta tolong Bi Eti siapkan, pasti beres. Mama sangat percaya Bi Eti, begitu pun kami. 

Namun, kegalauan mendadak sempat hadir ketika ART yang khusus mengurus Gilang tidak balik lagi setelah Lebaran. Mama sudah pusing tujuh keliling cari ART. Apalagi sekarang orang Sukabumi (kami biasa mengambil ART dari sana, yang hitung-hitung masih saudara jauh) jaraaaaaannng yang mau jadi ART. Mending kerja di pabrik atau jadi TKW sekalian, ataauuu....menikah deh. Akhirnya, diputuskanlah saat itu, mungkin sekitar 3-4 tahun lalu, TIDAK ADA ART di rumah kami!

Kelimpungan? Banget. Bagi kami sekeluarga yang punya mobilitas tinggi, ART itu bak penyangga kehidupan kami. Lihat saja kalau Lebaran, urusan cuci seterika jadi momok yang paling bikin gerah. Namun, kalau kenyataannya sulit mendapatkan ART, ya mau bagaimana lagi?

Saya ingat persis, Mama langsung 'galak' pada saya dan Kiky, untuk bertanggung jawab pada kamar sendiri, minimal membersihkan tempat tidur. 'Jangan semua apa-apa Bi Eti, apa-apa Bi Eti. Kasihan kan Bi Eti,' begitu kata Mama waktu itu. Ya, sejak nggak ada ART, otomatis operasional rumah full di tangan Bi Eti. Bayangkan, Bi Eti mengurus dua anaknya, Gilang, masak, plus urusan bersih-bersih. Urusan cuci seterika sempat dipegang oleh si Mpok, ART rumah Ibu di sebelah. Pokoknya, yang gede-gede wajib mengurus diri sendiri!

Nah, sejak saat itulah, 'ketergantungan' saya pada Bi Eti kian besar. Bukan ketergantungan dalam arti semua dibereskan Bi Eti, tetapi karena Bi Eti adalah super woman yang bisa diandalkan. Bertanya urusan rumah pasti larinya ke Bi Eti. Lagi beli buku di Gramedia, lupa komik nomor berapa yang dibeli terakhir, minta tolong Bi Eti cek di kamar. Bahkan, curhat juga sama Bi Eti! 
Om Dian sekeluarga. Bi Eti cantik kan?
Pun saat saya menikah, Bi Eti sangat membantu persiapannya. Sampai urusan pindahan ke Bontang juga beres-beres dibantu Bi Eti dan Mbak Cucu yang waktu itu sengaja datang ke rumah untuk pernikahan saya. Kini setelah tinggal di Bontang pun, Bi Eti ibarat buku resep berjalan bagi saya. Setiap mau masak ini, sms Bi Eti dulu, tanya resepnya. Biasanya sih resep Bi Eti selalu maknyuuusss hasilnya! Dan rasanya seperti bikinan Bi Eti, hehehehe.

Di rumah, Bi Eti sampai kini menjadi tangan kanan Mama. Makanya, segala urusan printilan pasti beres kalau dipegang Bi Eti. Pun dengan Mbak Cucu, meski ketemu paling cuma 1 kali setahun pas Lebaran, tetap saja kami bisa mengandalkan Mbak Cucu ketika ia memang bisa membantu. Karena ia sudah kenal kami sekeluarga luar dalam, lengkap dengan kebiasaannya. 

Betapa kami sekeluarga sangat sangat menyayangi Bi Eti dan Mbak Cucu! 
Rasya digendong Mbak Cucu
Begitulah cerita di balik layar kehidupan saya di tengah hiruk pikuk kota besar selama ini. Saya memang bisa survive di Jakarta, tetapi saya membutuhkan penyangga yang luar biasa di rumah, orang yang bisa diandalkan! 

Siapa orang andalan kalian? ;)

Thursday, August 30, 2012

Breastfeeding time, priceless!

Roadshow saat Lebaran di Jakarta kemarin sukses membuat saya terserang flu dan batuk. Awalnya saya kira ini alergi, karena setiap pagi saya bersin-bersin heboh dan hidung buntu (saya punya riwayat alergi debu dan udara dingin). Eh kok sampai siang masih gebres-gebres alias bersin tiada henti. Sobatan sama tissu deh...

Selain bikin pusing tujuh keliling dan tidur nggak enak, saya juga khawatir Rasya tertular. Akhirnya, pergilah saya ke dokter umum di sebuah klinik di bilangan Pamulang. Untunglah siang itu ada dokter yang bertugas. Si ibu dokter menyambut saya dengan ceria, menanyakan saya sakit apa. Saya pun bilang bahwa saya flu atau alergi, cuma karena tidak tahu persis makanya memeriksakan diri. Apalagi saya punya bayi yang masih menyusui. 

Dokter (D): Nah iya, ini batuk pilek. Masih menyusui?
Saya (S): Iya dok, masih menyusui.
D: Bayinya berapa bulan?
S:  7 bulan dok.
D: Emang belum tambah susu lain? Masih nyusui? (dengan nada heran)
S:  Belum, pernah dikasih sedikit pas saya sakit DB, tapi nggak doyan.
D: Emang ASI-nya masih banyak? Masih kental? (si dokter semakin heran sepertinya...)
S:  Masih banyak, masih kencang, masih kental kok, dok. 
D: Berarti belum bisa diet donk, hahahahaha 
S:  Ya nggak apa-apa donk, kan untuk anak (sambil senyum tipis ngelus dada)
            
Ealaaaahhh...........Bu dokter, kenapa mempertanyakan keputusan saya menyusui meski sudah lulus ASI eksklusif? Baru kali ini saya bertemu dokter (ibu-ibu lagi) yang bertanya penuh keheranan soal menyusui. 

Bukankah menyusui itu sudah fitrah seorang ibu? Pun meski si kecil sudah lulus ASI eksklusif, adalah haknya untuk tetap memperoleh ASI sampai usia 2 tahun. 

Begitu juga dengan Rasya, yang sudah mendapat MPASI tetapi masih doyan banget dengan ASI. Judulnya saja MPASI, Makanan Pendamping ASI, bukan pengganti. MPASI membantu tumbuh kembang Rasya yang sedang pesat-pesatnya, sementara ASI memantapkan sistem kekebalan tubuh Rasya. Alhamdulillah, sewaktu saya batuk pilek, Rasya tetap sehat, meski sempat batuk kecil dan hidung buntu. Saat ke dokter memang diresepkan dua obat, tetapi tidak saya minumkan karena batuk kecilnya hilang dan nafasnya sudah lancar kembali. 

Semua berkat ASI! 

Saya masih berkeinginan kuat untuk menyusui Rasya hingga haknya sebagai anak terpenuhi. Meski sempat minum sedikiiiiitttttt susu formula ketika saya sakit DB, tetap BELUM terpikir untuk mengenalkan susu tambahan pada Rasya. Apalagi dengan porsi makan Rasya yang luar biasa banyak, saya yakin homemade MPASI plus ASI sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi Rasya. Setelah itu, mungkin saya baru akan mengenalkannya pada susu lain. 
Rasya, 7 bulan, sehat dan montok!

Benar apa kata Mia Sutanto, Ketua Umum AIMI, bahwa menjadi seorang ibu itu LUAR BIASA.
"As a mother, you are not normal, you are extraordinary. However, don’t demand perfection on yourself, because perfection can only be seen through your children’s eyes." - Mia Sutanto

Karena, sampai detik ini, saya sangat sangat menikmati kegiatan menyusui, di mana pun, kapan pun. Memeluk Rasya yang kakinya sudah menjelajah ke mana-mana, menggenggam tangan kecil Rasya yang sibuk mencari tangan saya, atau memandangnya tertidur lelap setelah menyusui. 

Priceless

We're going to finish our breastfeeding journey, Lil' Rasya! 

Terbang berdua Rasya ;D


Lebaran kemarin saya memutuskan untuk mudik ke Tangerang Selatan, rumah orang tua saya. Ini Lebaran pertama bagi Rasya, 7 bulan, dan tentu saja keluarga kami. Karena kami tinggal di sebuah kota kecil di Kalimantan Timur, maka kehadiran kami sekeluarga sangat dinantikan oleh orang tua dan keluarga besar saya. Tiket sudah di tangan, saya pesan satu bulan sebelumnya dengan harga yang luar biasa karena saya pulang saat H-2 Lebaran.

Masalahnya adalah....suami saya tidak bisa ikut ke Jakarta! Ya, karena dia seorang abdi negara, maka cutinya bergiliran. Tahun lalu ia sudah cuti saat Lebaran, tahun ini giliran ia jaga kandang saat teman-teman sekantornya pergi cuti.

Waduh!

Sempat bingung, tetapi saya tahu saya tetap harus pulang ke Jakarta. Akhirnya dengan pede selangit saya bilang pada suami, ya sudah nggak apa-apa saya berangkat ke Jakarta sendirian, eh berdua Rasya saja, asal suami mengantar saya dan Rasya sampai ke Bandara Sepinggan, Balikpapan.

Nah, apa yang perlu disiapkan jika kita harus bepergian berdua saja dengan seorang bayi kecil?
  1. Perhitungkan waktu tempuh perjalanan dan sesuaikan dengan jam tidur si kecil. Karena saya harus menempuh perjalanan darat 5 jam sebelum terbang, maka saya memilih pesawat paling pagi alias first flight dari Balikpapan ke Jakarta. Saya berangkat pukul 23.00 dari rumah dengan mobil sewaan. Rasya memakai jumper panjang dan selimut. Berangkat malam membuat ia langsung terlelap sepanjang perjalanan. Saya pun bisa tidur-tidur ayam, sekadar memejamkan mata. Pesawat pagi juga membuat anak lebih segar ketika tiba di kota tujuan, seolah memberikan efek psikologis 'hari masih panjang', sehingga ia bisa lebih cepat beradaptasi.
  2. Cek kondisi kesehatan si kecil beberapa hari menjelang berangkat. Siapkan juga obat-obatan di tas, minimal obat demam dan vitamin.
  3. Persiapkan perlengkapan perang si kecil. Masukkan semuanya ke dalam diaper bag: 3 stel pakaian (pilih jumper supaya praktis), 2 stel kaus kaki, jaket, 3 pospak, 2 sapu tangan handuk, minyak telon, baby cologne, biskuit bayi, mainan, alas ompol, tissu basah, tissu kering, kapas bulat, ear muffhand sanitizer, dan selimut tipis. Tambahkan juga 1 pakaian ganti kita untuk berjaga-jaga.
  4. Persiapkan makanan si kecil. Alasan saya memilih pesawat pertama adalah supaya saya tidak terlalu repot menyiapkan makanan Rasya. Asumsi saya, kalau terbang pukul 06.00 Rasya cukup diberikan ASI, apalagi ia baru 7 bulan. Setibanya di Jakarta, baru saya berikan biskuit (karena masih perjalanan ke rumah). Sekitar pukul 10.00 di rumah, saya berikan buah. Ya itu tadi, karena cuma berdua, dibikin simpel aja :) Namun,  jika si kecil sudah lebih besar, variasi makanan yang dibawa bisa lebih beragam. Paling mudah ya buah-buahan atau biskuit. 
  5. Letakkan barang-barang penting pada posisi yang mudah dijangkau. Tiket dan dompet saya letakkan di kantung yang paling mudah saya ambil, sehingga bisa saya ambil dengan satu tangan.
  6. Minimalkan barang bawaan, terlebih lagi untuk dibawa ke kabin. Saya hanya membawa satu koper besar berisi pakaian Rasya dan saya (di bagasi), serta satu diaper bag berisi perlengkapan Rasya untuk dibawa ke kabin.
  7. Satukan perlengkapan kita ke diaper bag, sehingga kita tidak perlu menenteng dua tas. Saya hanya membawa dompet,handphone, perlengkapan kosmetik dalam pouch kecil, dan satu map kecil berisi tiket dan KMS Rasya. 
  8. Pasang plester (tensoplast/handyplast) menutupi pusar si kecil, seperti yang Mama saya lakukan dulu pada saya dan adik-adik jika bepergian jauh. Konon, membantu mencegah bayi masuk angin. Percaya nggak percaya, tetapi Alhamdulillah Rasya berangkat dan pulang dalam kondisi sehat :D
  9. Pakai gendongan andalan, jadi tangan kita masih bebas ke sana kemari sementara si kecil aman dalam gendongan. Saya memilih baby wrap.
  10. Pakai baju menyusui, jika kita masih menyusui.
  11. Datang lebih awal supaya tidak terburu-buru. Saya kemarin agak mepet tiba di bandara, jadilah saya langsung check-in dan tidak sempat keluar lagi untuk dadah-dadah dengan suami. Setelah check-in langsung boarding. Memang sih kalau ambil penerbangan pertama pasti semua serba terburu-buru, apalagi kalau harus membelah hutan dulu sebelum terbang :p
Persiapan oke, lalu bagaimana dengan prakteknya?

Sesudah duduk di pesawat, saya mengeluarkan perangkat terbang Rasya: kapas bulat, ear muff, dan beberapa mainan. Saya duduk di kursi dekat gang, sementara depan belakang kanan kiri semuanya bapak-bapak. Sebab, menunggu waktu take off adalah periode kritis bagi saya. Rasya meronta enggan pakai seat belt, berteriak-teriak heboh, dan menjatuhkan barang-barang yang ia pegang. Saya berusaha tetap tenang dan mengendalikan Rasya (meski keringat sudah bercucuran bak bola salju). Untunglah para bapak itu tak bosan mengambilkan barang-barang Rasya yang jatuh berkali-kali.

Menjelang take off, saya mendekap Rasya dengan posisi menyusui dan ia berhasil saya susui. Fiuuuhhh *lap keringat segede biji jagung*

Setelah di atas, Rasya sempat bermain sebentar, lagi-lagi mengambil semua barang yang ia lihat dan....jatuh deh. Bosan dan mengantuk, ia pun tidur hampir selama perjalanan. Menjelang landing, baru ia terbangun dan segera saya posisikan menyusui supaya ia tak kaget dengan perubahan tekanan udara. Sekalipun ia tidak mau menyusui, saya memberikan tangan untuk digigit kunyah pada Rasya. Begitu tiba di bandara Soekarno-Hatta, saya langsung mencari porter untuk mengambilkan bagasi, sementara Rasya saya serahkan pada orang tua yang sudah menjemput.
Wajah hepi Rasya begitu ketemu Atung di bandara Soekarno-Hatta

Oiyaa, jangan sungkan untuk meminta bantuan pramugari atau orang lain jika ada kesulitan. Biasanya kalau kita travelling berdua saja dengan bayi, orang-orang di sekitar akan lebih helpful lho. Siapapun sulit menolak pesona si kecil, hehehe ;)

Jadiiii, perjalanan berdua Rasya rute Balikpapan-Jakarta itu Alhamdulillah lancar. Yahh sesekali Rasya rewel, tetapi masih bisa diatasi dan ditolerir kok. Malah, kehebohan yang ia buat sering mengundang senyum dan tawa dari orang-orang di sekitar. Semua orang kan suka bayi! :D

Siap berpetualang berdua bersama si kecil? 

MPASI 7 bulan versi Rasya

Alhamdulillah sudah satu bulan sejak Rasya mulai makanan padat. Karena saya hobi makan, Rasya pun suka sekali makan. Apalagi gigi bawahnya sudah tumbuh dua! Wuih, saya pun makin semangat memasak macam-macam  makanan untuk Rasya. 

Kemarin sewaktu di Jakarta, Rasya resmi mulai makan bubur tim saring. Sengaja sih saya berikan di sana, selain karena pas dengan usia Rasya, juga saya punya banyak pilihan untuk memulai. Ya, beragam jenis sayuran dan buah mudah diperoleh di Jakarta. Tinggal pergi ke toko buah dan sayuran Total, semua ada di sana! Plus ada banyak mentor di rumah untuk bertanya seputar cara memasak bubur tim. Saya merasa lebih aman dan nyaman saat memulai MPASI 7 bulan Rasya.

Saya memulainya dengan nasi dicampur parutan wortel dan potongan tahu sutra, disiram dengan kaldu ceker, lalu ditim/dikukus. Setelah matang, disaring dengan saringan kawat Pigeon Foodmaker. Hari pertama, Rasya kurang antusias memakan bubur tim saring. Rasa baru, gurih, dan tidak manis. Dua kali pemberian dia tampak kurang suka. Untung masih ada buah-buahan, sehingga Rasya tetap mau makan.

Baru hari berikutnya saya coba campuran lain. Kali ini memakai zucchini dan potongan wortel. Rasya lebih suka dan semangat membuka mulutnya. Mungkin tahu sutra yang saya pakai hari sebelumnya membuat nasi terasa langu. Saya coba lagi perpaduan brokoli, wortel, dan daging ayam cincang. Wah, ini favorit Rasya. Ia lahap sekali saat memakan brokoli. Pun ketika brokoli saya campurkan dengan kentang, lalu dihancurkan dengan sedikit kaldu. Hmmm....enaaaaakkk!!!!!

Sejauh ini hasil mix and match bubur tim saring buatan saya selalu ludes dilahap Rasya. Setiap kali makan, saya saring dua sendok makan nasi tim, yang hasilnya pasti banyak sekali. Itu pun tandas dimakan Rasya. Belakangan, hari-hari terakhir di Jakarta, saya memadukan wortel dengan irisan buncis atau potongan tomat dengan irisan buncis, plus daging ayam cincang. Saat sudah ditim, baunya harum sekali lho! Daging ayam cincang dan kaldunya membuat gurih, meskipun tanpa garam (ya, saya belum memberikan garam dan gula pada makanan Rasya). 

Semua makanan ini saya buat dadakan pada pagi hari. Biasanya, sekali memasak bisa untuk makan pagi, siang, dan sore. Setelah nasi tim dan kaldu dingin, bisa ditaruh di kulkas supaya tetap awet. Kalau hendak makan, baru diambil secukupnya sesuai porsi dan dihangatkan dalam rice cooker. Saya menggunakan wadah stainless steel andalan Mama, daripada beli. Jadi, pulang dari Jakarta, saya 'mencuri' dua wadah itu dari dapur Mama hehehehe :p 


Begitu kembali ke rumah, saya bangun lebih awal untuk memasak makanan Rasya. Pukul 04.30 saya sudah harus bangun untuk memasak nasi dan menyiapkan bahan-bahan. Sembari menunggu nasi matang, saya memasak kaldu dan memotong sayuran. Setelah nasi matang, barulah seluruh bahan saya susun dalam wadah dan ditim. Total saya menghabiskan waktu 45 menit untuk menyelesaikan semua urusan dapur ini. Keuntungan lainnya, saya jadi bisa sekalian membuat sarapan, kadung turun ke dapur. Jadilah sejak Rasya memulai makanan padat, saya semakin sering masak hehehehe.

Memang sih terkesan repot, tetapi saya sangat menikmatinya! Ibu manapun akan dengan senang hati melakukannya, demi memberikan asupan dan nutrisi terbaik untuk anak, iya 'kan? 

Semoga Rasya selalu suka masakan Mama, dan suatu hari ia akan berkata dengan bangga,"Masakan favorit Rasya adalah masakan Mama!" :D

Sunday, August 26, 2012

Me, recently

Seminggu lebih di Jakarta membuat saya ngeh betapa saya mulai jarang memperhatikan diri sendiri. Terlebih sejak Rasya sudah mulai makan dan bergerak heboh ke sana kemari. Saya lebih suka mengabadikan momen lucu Rasya ketimbang foto diri. Handphone saya dipenuhi oleh foto-foto Rasya. Saya? Boro-boro, lagi jarang merasa tampil cantik!

Untunglah momen mudik tiba. Ke kota, saatnya beraksi pol-polan, to the max! 
Kalau di kota tempat saya berdomisili, saya cenderung cuek beibeh saat pergi keluar rumah (paling hanya berpenampilan standar, celana jeans plus kaos, bedak tipis, lip gloss), maka di sini ke mana pun pergi harus bergaya!!! Yuk mariii keluarkan semua koleksi pakaian bagus!

Jadual roadshow Rasya yang terbilang padat otomatis membuat saya juga wajib tampil segar jika pergi ke mana pun. Minimal dandan plus plus! Plus blush on, bedak disapukan lebih tebal, dan lipstik. Pakaian sih saya bawa sedikit saja. Faktanya, saya lebih suka meminjam pakaian Mama (yang sesuai selera saya tentunya) dan dipadupadankan dengan aksesoris. Malah kemarin saya sempat memakai sepatu sendal wedges Mama. Mumpung di kota, gaya itu HARUS! :p

Inilah yang bikin saya kangen terus dengan Jakarta. Kapan lagi bisa tampil gaya dan keren setiap saat???? :D


Rasya juga gaya donk! :D

Lebaran pertama Rasya!

Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin! :)
Selamat hari raya Idul Fitri!

Lebaran tahun ini terasa lebih spesial dari biasanya karena keluarga kecil kami sudah ketambahan satu personil, yaitu Rasya. Pun selain spesial, tahun ini untuk kali pertama saya tidak berlebaran dengan suami, lantaran suami tidak bisa ambil cuti saat Lebaran. Saya dan Rasya berlebaran di Jakarta, sementara suami di Bontang bersama keluarganya. Maklum, Rasya ditunggu-tunggu oleh keluarga besar saya di Jakarta. Sebagian besar belum pernah bertemu Rasya sejak ia lahir, jadilah Rasya primadona di kalangan keluarga, hehehe.

Ya, saya dan Rasya hanya berdua ketika berangkat ke Jakarta. Nanti saya ceritakan perjalanan kami di bagian lainnya. Perjalanan dua jam yang terasa empat jam kalau hanya berdua Rasya!

Alhamdulillah, selama di Jakarta Rasya sangaaaatttt kooperatif. Latihan membawa Rasya ke sekolah membuahkan hasil. Ia jadi mudah akrab dengan siapa saja, mau digendong siapa saja, dan tidak menangis jika saya harus melakukan hal lain. Apalagi di rumah orang tua, seluruh saudara pasti berkumpul dan menginap di rumah. Jadi, banyak tangan yang bersedia membantu saya mengasuh Rasya, hehehehe. Tangan Mama alias Eyang Uti yang banyak memegang Rasya, sementara saya sibuk menyiapkan makanan atau hal-hal lain. Tidur sih tetap dikeloni saya.

Selain berlebaran di Jakarta, momen mudik ini juga kami gunakan untuk melaksanakan acara tedhak siten atau turun tanah Rasya, bersamaan dengan syukuran kelulusan adik-adik serta ulang tahun Ibu dan sepupu. Intinya, Lebaran kali ini sangat heboh!

Ssssstttt, Rasya super ganteng lho pakai baju koko! :*

Rasya dan Mbak Safira

Ganteng kan? :*

Rasya bersama Ayut, Atung, Uti, Om Kiky, Om Gilang

My big family! :D


Monday, August 13, 2012

Learning by listening

Baru saja seorang rekan senior datang ke ruangan mencari rekan saya. Alih-alih bertemu orang yang dicari, bapak ini malah ngobrol panjang lebar dengan saya. Saya tahu persis bapak ini orangnya suka sekali ngobrol. Sekali cerita, bisa berjam-jam tanpa jeda. Ceritanya pun macam-macam, mulai dari kehidupan keluarga, karier anaknya, karier dan kesibukan saat ini, politik, sampai urusan 'vertikal' tetapi dengan bahasa sederhana. 

Obrolan barusan menghabiskan kira-kira....hampir 90 menit! 

Sebagai orang muda, ya dari segi usia dan pengalaman, pengalaman saya hanya sepersekian dibandingkan beliau yang sudah makan asam garam di mana-mana. Meski kadang sesekali beliau meminta pendapat saya, pasti beliau juga sudah memiliki jawabannya. 

Dari sekian banyak ceritanya, saya sangat senang bila bapak ini bercerita tentang keluarganya. FYI, bapak ini orang yang sangat teguh memegang prinsip dan keras, tetapi bagaimana beliau menceritakan istri dan anak-anaknya menunjukkan bahwa beliau seorang family-man

Saya juga menghormati beliau dengan segala keterbukaan dalam berpikir dan caranya membina hubungan dengan kami, para junior-nya yang jauh lebih muda. Semuanya dimulai dari bagaimana kita mampu menghargai diri sendiri, sehingga orang lain pun akan menghargai kita. Ohya, kutipan kalimat menarik dari beliau tadi ini nih.
Ilmu sering membatasi kita untuk bergerak dalam ruang sosial. Padahal, saat kita berada dalam ruang sosial (masyarakat), kita bertemu dengan banyak orang dari beragam latar belakang pendidikan, tentu saja pola pikir mereka pun beragam. Akibatnya, kita sering terpaku pada kotak yang hanya sekian saja besarnya.
Di luar segala cerita yang sering beliau bagikan, saya belajar satu hal. 

Mendengarkan.

Iya, ini keterampilan sederhana, tapi butuh penguasaan bertahun-tahun. Beberapa kali ngobrol panjang lebar dengan beliau, saya berlatih mendengarkan dengan penuh konsentrasi. Mendengarkan itu sulit lho. Saat kuliah ini adalah kelemahan terbesar saya. Alhamdulillah, seiring perjalanan, saya mulai mampu meningkatkan keterampilan mendengarkan. Apalagi, komponen terpenting dari seorang konselor/psikolog adalah mendengarkan. Bagaimana kita mau membantu memecahkan masalah jika kita belum mendengarkan masalahnya? :)

Nah, dua hal itulah yang membuat saya senang ngobrol panjang lebar dengan rekan-rekan saya: tambah pengalaman/referensi dan latihan mendengarkan.

You'll learn something from others' stories. 
You don't need to be like them, but you can put your shoes in their shoes. 
Learning by listening. 




Wednesday, August 08, 2012

MPASI 6 bulan versi Rasya (2)

Minggu ini adalah minggu keempat Rasya makan. Seperti sudah saya ceritakan sebelumnya, Rasya memang lahap sekali makan. Doyan makan persis seperti saya! Nah, sesudah buah-buahan saya mulai memberinya bubur tepung beras merah dan sayuran. Tekstur makanannya juga sudah tidak sehalus pertama karena...Rasya sudah tumbuh gigi!! 

Yap, gigi bawahnya sudah nongol kecil gitu. Kalau diraba ada bagian yang menonjol dan terlihat sangat lucuuuu...Pantas dia bisa menggigit biskuit, bukan cuma diemut, dan juga buah-buah yang dimasukkan dalam teething feeder. Jangan tanya sakitnya kalau digigit yaa. Yang jelas sih, mesti ekstra waspada kalau menyusui :p

Sejak minggu lalu, pengenalan jenis makanan baru terbilang sukses. Respon Rasya juga bagus, lahap dan relatif lancar buang air besarnya. Saya senang sekali melihat Rasya suka makan. Memasuki usia 7 bulan, akan semakin banyak variasi makanan yang bisa ia makan, semakin asyik juga saya berkreasi! 

Pure labu kuning :3

Berikut review makanan yang sudah dimakan Rasya.
  • Pear: Rasya doyan banget! Sukses juga membuat metabolisme tubuhnya lancar hehehe.
  • Apel: saya mencoba apel merah red delicious, tetapi Rasya kurang suka. Pas mencoba apel fuji ia lebih doyan.
  • Bubur beras merah: saya pakai tepung gasol organik. Bukan tepung instant, jadi tetap harus dimasak. Karena rasanya tawar, maka harus dicampur ASI atau pure buah-buahan atau sayuran. Favorit Rasya adalah bubur beras merah + ASI, bubur beras merah + pear, bubur beras merah + alpukat, dan bubur beras merah + pepaya.
  • Labu kuning: sayur pertama Rasya. Awalnya tampak kurang doyan, tetapi ia masih mau makan kok. Nggak apa-apa kalau belum suka, nanti kapan-kapan dicoba lagi.
  • Melon: ini juga favorit Rasya. Masukkan dua potong ke teething feeder dan bisa ia kenyot-gigit sampai menipis! 
  • Jeruk: entah mengapa saya belum berhasil memperoleh jeruk manis. Jadilah kadang terlalu asam, sehingga Rasya kurang suka. 
Selanjutnya, menunggu dalam daftar antrian adalah ubi merah, kentang, dan tepung kacang hijau gasol. Masuk bulan ke-7, saya siap-siap bermain dengan kaldu ayam dan nasi alias bubur saring. Asyiiikk!!!! :D


Steak burger for dinner :9

Mencari daging cincang susah-susah gampang di sini. Apalagi di sini nggak ada supermarket macam Carrefour atau Hypermart. Ke pasar? Jauh euy, ada Rasya begini ribet. Belum lagi mblusuk-mblusuk masuk pasar. Pun kalau ada daging ya masih utuh, harus cincang cara manual. Jadilah ambisi kami menikmati daging cincang sering tertunda.

Sampai akhirnya Sabtu kemarin suami dinas ke Samarinda. Yippie! Langsung saja saya minta dibelikan daging cincang di Hypermart. Asiiikkkk...

Minggu sore, sesuai rencana, saya memasak spaghetti bolognaise untuk menu buka puasa. Langsung tandas disantap kami berdua. Senin sore, giliran saya bereksprimen mencoba resep steak burger. Iya, membuat patty burger itu dijadikan steak. Resep saya dapat dari hasil googling dan saya modifikasi sedikit untuk sausnya. Hasilnya?

ENAK!

Yuk mari dicontek resepnya :)

Belum disiram sausnya nih :)
Bahan:
Burger:
250 g daging sapi cincang
1/2 butir bawang Bombay, cincang halus
1 kuning telur ayam
2 sdm tepung roti
1 sdm saus Inggris 
1/2 sdt merica bubuk 
1 sdt garam
3 sdm mentega 

Saus:
1 sdm mentega
1/2 butir bawang Bombay, cincang kasar
100 ml air/kaldu
2 sdm saus tomat 
1 sdm saus Inggris 
merica bubuk

garam
gula pasir
1 sdm tepung maizena, encerkan

Cara membuat:

  1. Burger: Campur daging sapi, bawang bombay, kuning telur, tepung roti, saus Inggris, merica, dan garam. Aduk hingga tercampur rata. 
  2. Bagi adonan menjadi 5 bagian. Bulatkan masing-­masing lalu tekan hingga pipih dan bundar. 
  3. Panaskan mentega hingga leleh. Goreng tiap bundaran adonan hingga kecokelatan kedua sisinya dan matang. 
  4. Saus: Panaskan mentega hingga Ieleh.Tumis bawang Bombay hingga layu. Tuangi air/kaldu sedikit-sedikit sambil aduk hingga kental.Tambahkan saus tomat, saus Inggris, merica, dan garam. Aduk hingga mendidih, tambahkan larutan tepung maizena, aduk sampai kental. Angkat.
  5. Taruh burger di piring saji, siram dengan Saus. Sajikan hangat dengan pelengkapnya.
Yuk mari dicobaaaa :)

Saturday, August 04, 2012

The Single Moms: perjuangan para ibu tunggal

Gambar dipinjam di sini
Perpisahan memang bukan sesuatu yang diinginkan oleh semua orang, apalagi pasangan suami istri. Namun, setiap orang memiliki jalan hidup berbeda. Toh ketika seseorang dan pasangannya memutuskan berpisah, dalam opini saya, boleh jadi itu betul-betul merupakan keputusan terbaik bagi mereka. 

Memang sih perpisahan sebuah pernikahan bisa menyelesaikan satu masalah, tetapi memunculkan masalah lain, terlebih bila pernikahan itu sudah membuahkan anak. Satu, dua, atau bahkan lebih dari tiga anak tentu menjadi 'pikiran' orang tua. Mengurus berdua saja kadang pontang-panting, apalagi sendirian? 

The Single Moms memotret kisah empat orang ibu tunggal dengan segala tantangan yang harus mereka hadapi. Status 'janda' yang disandang mereka ternyata masih mendapat cap negatif, justru dari lingkar terdekatnya. Belum lagi embel-embel 'janda' yang memang masih dipandang sebelah mata dalam masyarakat. Namun, kegigihan para ibu tunggal ini membesarkan anak-anaknya sangat mengagumkan. Jatuh pada titik terbawah, tetapi mampu bangkit lagi dan berjalan dengan kepala tegak. Ya, bukan soal kegagalan pernikahan yang menjadi utama, tetapi bagaimana bisa bertahan dan menjalani kembali hidup yang terus bergulir. 

Empat kisah ini ditulis oleh Ainun Chomsun, Budiana Indrastuti, Mia Amalia, dan Rani Rachmani Moediarta. Masing-masing penulis mampu menyampaikan kisahnya dengan tenang dan mengalir. Sama sekali tidak ada kesan 'kasihan ya, bapaknya nggak ada.' Mereka mengisahkan ceritanya dengan bangga. Bagi saya, rasa bangga itu malah menjadikan kisah mereka inspiratif, bukan hanya untuk ibu tunggal, tapi untuk semua perempuan berstatus ibu :)
Menjadi single parent tidak selalu sedih dan merana. Justru setiap pencapaian walaupun kecil terasa sangat berarti karena aku kerjakan sendirian. (hlm. 41)
Tentu saja happy-ending versi kami berdua. Sebab...bila menurut takaran umum, apa yang kami nikmati belum tergolong sukses. Terutama karena keputusan-keputusanku di dalam hidup bukanlah keputusan yang terpuji di mata orang banyak. (hlm. 79) 
Aku ingin balik bertanya: sanggupkah orang luar menerima kenyataan itu? Kenyataan bahwa orang tua tunggal itu bukan menjadi masalah, asalkan 'pengadilan' sosial di luar sana tidak menuntut keseragaman dalam bentuk keluarga dan tidak pula terlalu mudah  menjatuhkan vonis. (hlm. 87) 
Pada akhirnya, setiap ibu selalu meluapkan naluri untuk melindungi, memberikan keamanan-kenyamanan 100% bagi anak-anaknya. Namun, saya sangat setuju dengan pendapat Rani Rachmani Moediarta. Peran seorang ibu justru membuat kita berlaku sebaliknya, ingin mendorong anak mengalahkan rasa takut memasuki petualangan baru, ingin membantu anak supaya terus maju ke pinggir tebing untuk mengembangkan potensinya. 
A mother is not a person to lean on but a person to make leaning unnessary. - Dorothy Canfield Fisher
Ahh...membaca kalimat itu membuat saya merenung, apa yang akan saya lakukan pada Rasya nanti jika ia kelak semakin besar? Saya tahu saya hanya ingin terus melindunginya, tetapi pada saat bersamaan saya juga harus memberikan padanya ruang untuk berkembang kan?

Ibu bukanlah seseorang yang dijadikan tempat untuk bersandar, tetapi seseorang yang menjadikan anak untuk berdiri sendiri!

There always a happy ending if we make it happen. Kisah empat ibu tunggal yang inspiratif ini mengundang semua, siapapun yang berstatus ibu, untuk membaca, menikmati, dan menarik banyak pelajaran dari mereka.

Selamat membaca!

Thursday, August 02, 2012

Gigit-gigit dengan teething feeder



Memasuki minggu kedua MPASI Rasya, saya mulai memberikan Rasya teething feeder. Eits, ini bukan jenis makanan, tetapi sejenis peralatan MPASI yang membantu bayi belajar makan. Penampakannya seperti ini.

Rasya punya Munchkin Fresh Food Feeder seperti gambar di atas. Selain ini, ada lagi merek Sassy Teething Feeder.

Bedanya, Sassy ada tutup, sehingga tidak mudah kotor. Sementara Munchkin tidak bertutup. Apa sih fungsinya?

Teething feeder atau fresh food feeder adalah alat bantu makan yang bisa diisi dengan buah-buahan/sayuran segar untuk membantu bayi belajar menggigit alias teething. Keuntungannya adalah kita tidak perlu takut bayi tersedak jika memakai alat ini. Selain itu, alat ini juga bisa menggantikan fungsi teether karet yang umum ada. Ya daripada gigit-gigit nggak jelas mending pakai ini, ada sesuatu yang masuk ke perut si kecil, hehehe. Jaring yang menyerupai kantung itu menjadi wadah untuk menampung makanan. Nah, karena bentuknya jaring, makanan yang ada di dalamnya jadi 'keluar' sedikit demi sedikit bila digigit atau dikenyot. Plus pegangannya ergonomis, mudah dipegang oleh bayi.

Setahu saya, perbedaan mendasar Munchkin dan Sassy selain tutupnya adalah jaring Sassy bisa dilepas dan diganti, sementara Munchkin sepertinya tidak bisa. Akan tetapi, fungsi keduanya sama. Yang pasti, alat ini praktis banget kalau dibawa saat perjalanan. Apalagi bila diisi makanan segar dan dingin, hmmm...pasti bayi suka sekali, juga melatih kemampuannya untuk menggigit dan mengunyah.

Bagaimana dengan respon Rasya?
Ini apaan sih? - perkenalan pertama dengan teething feeder yang diisi pear

Oh ini bisa digigit
Enak ya digigit-gigit!!! *gigit pegangannya*
Ohhh, ini enaaaakkk! --> sudah tahu mana yang digigit





NOTE:
Rasya doyan sekali sama pepaya dan pear, jadi kalau satu potong buah dimasukkan ke teething feeder bisa habis digerogoti atau dikenyot-kenyot Rasya :D



Powered by Blogger.