Wednesday, December 17, 2014

Sebuah Catatan Diri tentang Tumbuh Kembang Rasya


Ini bukan catatan perkembangan Rasya.
Ini adalah perenungan saya sebagai seorang ibu, yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di jurusan psikologi.

Sejak kuliah saya memang tertarik dengan isu-isu pendidikan dan perkembangan. Saya merasa di situlah passion saya. Dulu banyak sekali teori perkembangan yang saya lahap, bahkan saya punya satu buah buku teks psikologi perkembangan asli dan berbahasa Inggris. Saya tahu teori A, B, C, dan seterusnya, tetapi setelah menikah dan punya anak, mendadak teori itu menguap.

Nggak butuh teori untuk menjadi ibu, walaupun saya membaca banyak buku bagaimana merawat bayi saat hamil. Saya juga membaca bagaimana cara menyusui yang baik dan benar, tapi saat menyusui langsung saya lupa apa saja yang terbaca. Saya tahu teorinya, tetapi saat (ujian) praktek, mendadak hilang semua hapalannya :p

Saya hanya punya insting dan naluri saya sebagai seorang ibu, berikut perasaan ingin melindungi, menjaga, dan merawat makhluk mungil hadiah dari Tuhan ini, yang jumlahnya unlimited, tak terbatas. Kadang insting dan naluri itu juga yang 'menjebak' saya dalam sederet kekhawatiran tentang tantangan tumbuh kembang Rasya. Belum lagi rentetan pertanyaan dari orang-orang di sekitar yang turut khawatir pada perkembangan Rasya, saya pun makin khawatir. Seperti yang saya cemaskan soal kapan ia berjalan, alergi, disapih, potty training, sampai berbicara.

Pada akhirnya, saya menjalani saja semua kekhawatiran itu. Walaupun saya sangat khawatir, beruntung suami saya tipe orang yang santai, tidak terburu-buru menilai sesuatu, dan terus mengajak saya memandang tantangan itu dari berbagai perspektif. Itu pedoman kami dalam menghadapi tantangan tumbuh kembang Rasya. Kami percaya bahwa Rasya punya timeline-nya sendiri untuk menyelesaikan tugas perkembangannya. So, meski saya sering khawatir berlebihan, kekhawatiran itu hanya sebatas ucapan saja. Seperti saat Rasya belum lancar bicara hingga usia 2 tahun 4 bulan. Saya sudah ancang-ancang pergi ke dokter spesialis tumbuh kembang, tapi nggak jadi lantaran pas pindah ke Jakarta dan sekolah, tahu-tahu bicaranya sudah lancar.

Kalau duluuuu saat Rasya masih bayi saya rajin banget isi development charts, sekarang Alhamdulillah cukup dipantau saja. Untungnya Rasya sudah bersekolah, sehingga saya jadi tahu bagaimana perkembangan teman-teman seusianya. Bukan mencari pembanding, tapi untuk tahu apakah Rasya berada pada jalur yang tepat atau melihat lagi keterampilan apa yang perlu dibangun dalam dirinya.
There's one basic rule you should remember about development charts that will save you countless hours of worry. The fact that a child passes through a particular developmental stage is always more important than the age of that child when he or she does it. In the long run, it really doesn't matter whether you learn to walk at ten months or fifteen months—as long as you learn how to walk.
- Lawrence Kutner, child psychologist
Khawatir berlebihan terhadap apapun itu tak selamanya baik, apalagi sampai merespon dengan reaktif. Begitu pula jika bicara tentang tantangan yang muncul dalam masa tumbuh kembang anak. Hal terpenting adalah kenyataan bahwa anak dapat menyelesaikan tugas perkembangannya atau lulus pada setiap tahap perkembangannya, bukan soal kapan atau umur berapa ia mencapainya. Ya itu tadi, anak punya timeline sendiri yang pasti berbeda dengan anak lainnya, bahkan saudara kembarnya sekalipun. Kecenderungan kita untuk membandingkan anak itulah yang sebetulnya bikin kita khawatir tingkat tinggi 'kan? Kalau sudah begitu, saya sering mengingatkan diri sendiri, bikin self-reminder untuk tidak membandingkan pencapaian anak saya dengan anak lain, dan sebaliknya.

Hal terakhir itu yang mendorong saya menuliskan pemikiran ini, as a self-reminder for me. Perjalanan Rasya masih panjang, ia masih akan melewati banyak fase perkembangan yang akan lebih menantang dari saat ini. Daripada bingung kenapa anak belum bisa ini itu, lebih baik berpikir sebaliknya: apa yang sudah bisa ia lakukan, apa yang sudah ia capai? Supaya rasa khawatir itu berkurang, tapi tetap berusaha mencari tahu atau memberi stimulus untuk merangsang keterampilan tersebut. 

Inginnya sih, sikap ini terus terbawa sampai Rasya dewasa kelak (juga adik-adiknya nanti). Mudah-mudahan bisa! :)


3 comments:

  1. Saya bukan orang psikologi, sih. Tp pas baru jadi ibu, lumayan banyak buku parenting yang saya baca.

    Setuju, deh. Setelah menjalaninya, akhirnya insting juga berperan banget. Ilmu parenting bisa jadi panduan tapi gak bisa ditiru persis seperti kita mengcopy paste. Karena harus lihat karakter anak juga :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak betul banget. teorinya bantu kok, cuma pas ketemu insting ada saja yang beda. apalagi anak kan unik ya, nggak sama plek seperti di buku hehehe

      Delete
  2. Sangat Jogja bermanfaat Untuk Jogja terimakash Kami tunggu Lawatan baliknya di maklumat kesihatan Khasiat Jelly Gamat Gold G untuk Obat Rematik dan Obat Asam Urat info -> Cara Pemesanan Jelly Gamat Gold G

    ReplyDelete

Powered by Blogger.