(Pra) Potty Training

Ketika menyadari Rasya semakin besar, pertanyaan paling mengganggu saya adalah 'Kapan harus mulai toilet training dan BAGAIMANA?!'
Sumpah, saya benar-benar bingung bagaimana memulainya. Nggak tahu harus mulai dari mana. Karena dari setiap tips yang saya baca soal toilet training atau potty training itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.

Sampai akhirnya, pasca kejang demam Rasya, dokter anak langganan menyarankan Rasya untuk tidak sering-sering pakai diapers, terutama saat tidur. Aduh! 

Melepas diapers saat malam hari itu sama horornya seperti melepas pacar pindah kerja di luar kota. 
Melepas diapers saat malam hari itu sama seremnya seperti melepas ketergantungan blackberry pada power bank.
Ya, melepas diapers saat malam hari itu sama takutnya ketika diputus pacar dan belum bisa move on!
Errr...metafora yang saya pakai mulai ngawur :p

Saya nggak tahu mulai dari mana, tapi show must go on. Daripada Rasya rewel karena saya harus membersihkan kemaluannya (di mana ujungnya jadi memerah) atau bahkan menyunatnya terlalu dini (!), lebih baik lepas diapers saat malam, kecuali ketika pergi. 

Pun saya sudah berjuta-juta kali mengatakan pada Rasya untuk bilang kalau mau pipis dan pup. Ya tapi namanya bocah ngomong belum lancar, dia sering telat bilang pipis. Tahu-tahu sudah banjir dan dia baru lapor sambil nunjuk-nunjuk genangan pipisnya. Begitu juga saat akan pup, belakangan ini lebih sering tidak tampak tanda-tanda ngeden, kecuali keheningan yang tiba-tiba menyeruak. Kata suami, kalau tiba-tiba suasana jadi hening diam setenang-tenangnya, maka patut dicurigai bahwa Rasya sedang 'beraksi.' Daaannn.......berakhir kami terlambat membawanya ke toilet. 

Ya begitulah, akhirnya sejak akhir pekan kemarin, saya dan suami sepakat untuk melepas diapers saat Rasya tidur. Betul-betul butuh perjuangan luar biasa (bagi saya) untuk membiasakan diri dengan ini. Artinya, tiap pagi akan ada bau semriwing dari Rasya, campuran bau pesing dan bau kecutnya jadi satu. Belum lagi daster saya yang kena ompolnya atau memandangi sprei yang baru diganti dan sudah basah lagi.

Am I too much complaining?
Mmmm....nggak bermaksud mengeluh, tetapi mengungkapkan banyak hal yang akan terjadi ketika orang tua memutuskan untuk memulai potty training. Selain melihat kesiapan anak (atau dalam kasus Rasya ini memaksanya untuk siap), kesiapan mental orang tua dan berton-ton stok sabar itu mutlak diperlukan. Belum lagi urusan konsistensi. Ketika berhasil melewati malam tanpa ompol, euforia kita soal keberhasilan potty training menggelegar, tapi belum tentu besoknya akan berulang. Begitu juga ketika kadung memakaikan diapers, perasaan enggan melepas itu lebih kuat!

Sejauh mana kita bisa sabar?
Sejauh mana kita bisa konsisten?
Sejauh mana kita siap mental melatih anak untuk mandiri?
Bolanya ada pada kita sebagai orang tua, bagaimana kita mau dan siap melatih anak melalui potty training. Ini salah satu milestone penting yang harus bisa dicapai anak. Lewat potty training, anak belajar mengendalikan dan mengenali alarm tubuhnya. Tampak simple, tetapi sesungguhnya memberikan keterampilan hidup paling mendasar bagi seorang manusia. 

Kembali ke Rasya, saya baru memulainya empat hari lalu. Dan masih akan ada perjalanan super panjang untuk mencapai keberhasilan itu. Maka, saya pun tak bisa bercerita banyak soal tips penting memulai potty training. Ini masih trial and error, coba ini coba itu, keberhasilannya baru akan diketahui beberapa bulan kemudian. 

Namun, satu yang pasti, melepas diapers berarti penghematan anggaran diapers Rasya!

Selamat datang (kembali) perlak dan alas ompol! Selamat datang bau pesing! 


Beberapa artikel menarik tentang potty training:
    

No comments:

Powered by Blogger.