Persiapan Pernikahan, Yuk Diskusikan 8 Hal Ini dengan Pasangan!




Menyiapkan pernikahan bukan sekadar persiapan untuk pesta sehari semalam yang tak terlupakan. Memburu-buru pernikahan juga bukan semata demi yang ena’-ena’ saja.

Persiapan pernikahan juga bukan melulu soal materi. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan dan diskusikan bersama pasangan, sebab pernikahan justru awal dari misi kehidupan kita selanjutnya: menjaga komitmen seumur hidup.

Saya yakin, teman-teman sudah cukup paham bahwa pernikahan itu bukanlah dongeng cinta-cintaan yang berakhir happy ending. Kebahagiaan dalam pernikahan nggak bisa terjadi secara ajaib, tetapi harus diusahakan bersama oleh kita dan pasangan.

Jadi, ya, modal cinta mati doang dan rela berkorban apapun nggak menjamin pernikahan berjalan mulus. Butuh lebih dari itu.

Bahkan, usaha itu harus mulai dilakukan jauh-jauh hari sebelum tanggal hari H pernikahan ditentukan, atau sebelum kita berpikir untuk menikah. Apa saja sih yang harus kita diskusikan dengan pasangan?

Sebelum masuk ke bagian itu, lebih dulu camkan ini dalam diri kita.

Deal with yourself before you deal with others.

Masih ingat kan? Kutipan dari psikolog ternama, Ratih Ibrahim, ini saya pegang teguh selalu dalam berbagai hal, mulai dari urusan diri sendiri, relasi dengan orang lain, pernikahan, hingga menjadi orang tua.

Ya, lebih dulu kita sudah membereskan isu-isu pribadi sebelum menantang diri untuk membangun pernikahan. Beberapa contohnya adalah:
  1.  Tahu persis kelebihan dan kekurangan diri sendiri
  2. Tahu bagaimana meregulasi emosi diri
  3. Mandiri, bisa mengambil keputusan sendiri, dan memecahkan masalah pribadi sendiri
  4. Percaya diri
  5. Sudah puas menyenangkan diri sendiri

Kalau kita sudah punya self-love, mudah bagi kita untuk berlanjut ke hubungan yang lebih serius. Beberapa isu bisa jadi muncul saat bertemu pasangan, misalnya bagaimana membangun rasa percaya atau berkomunikasi efektif dengan pasangan. Nggak apa-apa, justru begitu berbenturan dan masalah itu muncul, kita jadi terdorong untuk menyelesaikannya.

Hal terpenting adalah saat kita bertemu pasangan, yang bakal jadi pasangan seumur hidup, kita sudah punya kualitas diri yang oke: self-love, harga diri, percaya diri, dan kemandirian. Jadi, kita bisa jaga diri sendiri dan berani bilang ‘tidak’ andai pasangan melakukan sesuatu yang melanggar batas atau kesepakatan, misalnya.

Photo by Roman Kraft on Unsplash


Nah, kalau diri kita pun sudah matang, membina hubungan serius ke jenjang pernikahan seharusnya lebih mudah. Namun, tetap saja, pernikahan yang bahagia dan langgeng itu sesuatu yang harus diusahakan bersama. Oleh karena itu, penting banget untuk membicarakan beberapa hal berikut dengan pasangan sebelum kita memantapkan diri untuk menikahinya.

Apa saja?

Bagaimana cara berkomunikasi
Dalam setiap hubungan, komunikasi adalah faktor terpenting yang mampu menjaga hubungan tersebut bertahan lama, termasuk dengan pasangan. Mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan secara jujur itu nggak mudah lho. Apalagi, kebanyakan dari kita seolah terbiasa untuk memendam hal-hal yang nggak enak dibicarakan secara terbuka, daripada ngomongin ini blak-blakan.

Namun, jika kita berniat serius dengan pasangan, maka komunikasikan semua isi hati dan pikiran secara jujur padanya. Jangan hanya mengatakan hal yang ingin dia dengar, atau hal-hal manis, semata demi menjaga kelanggengan hubungan.

Biasakan untuk bercerita apa adanya. Luangkan waktu di akhir hari untuk sekadar berbagi cerita apa yang terjadi hari itu. Di sela-sela kegiatan harian, sempetin untuk bertanya hal-hal kecil, seperti sudah makan belum, makan pakai apa, sedang di mana, pulang jam berapa, dll. Dengan komunikasi yang baik, ini jadi dasar pula bagi kita dan pasangan untuk menghadapi konflik yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Tentang rasa percaya
Tahu kan kenapa anak itu tetap kembali ke ayah ibunya meski baru kena badai omelan? Ya, karena anak percaya pada orang tuanya. Begitu juga dengan pasangan, rasa percaya adalah hal penting yang harus kita bangun bersama. Tanpa percaya, dasar untuk membangun kelekatan emosi yang lebih intens akan sulit. Capek lho hidup dalam hubungan yang dilandasi kecurigaan.

Rasa percaya itu tumbuh saat kita bisa mengekspresikan perasaan apapun pada seseorang, dari rasa gembira, sedih, kecewa, cemas, hingga marah. Kita tahu kita bisa percaya pada dia saat dia tetap peduli dan mau mendengarkan, tanpa judging berlebihan.

Ya, memang gampang sih “menutupi” semua hal demi terlihat baik-baik saja. Namun, apakah benar itu yang kita mau untuk sebuah hubungan pernikahan nanti? Justru ketika kita atau pasangan mulai menutup-nutupi suatu hal, tandanya rasa percaya itu mulai pudar.

Soal uang
Buka-bukaan soal uang itu perlu lho. Ya, kalau masih pacaran, mungkin kita happy aja pas dibayarin makanan, dihadiahin ini itu sama pacar, tanpa bertanya itu uangnya dia dapat dari mana. Lah, iya kalau uangnya hasil kerja halal, kalau hasil *amit-amit* merampok, misalnya?

Membicarakan uang memang sensitif, tetapi justru isu finansial yang sering jadi biang kerok perceraian. Peneliti Jeffrey Dew menemukan bahwa membicarakan soal keuangan penting karena perdebatan tentang ini nggak selalu tentang uang semata. Namun, juga merefleksikan bagaimana komitmen, rasa saling menghargai, kekuatan, dan juga keadilan dalam hubungan dengan pasangan.

Nggak perlu juga pegang ATM pasangan. Setidaknya, kita dan dia sama-sama terbuka soal kondisi keuangan masing-masing. Misalnya, berapa kisaran jumlah tabungan, investasi apa saja, punya utang/piutang ke mana, berapa pengeluaran per bulan, dll. Dengan berbagi dan berdiskusi sedini mungkin soal finansial, lebih mudah juga buat kita menetapkan tujuan finansial saat menikah nanti. Termasuk jika terjadi perubahan situasi mendadak, seperti usaha mandek, salah satu resign atau lanjut kuliah, atau hanya salah satu yang bekerja.

Soal perubahan diri
Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Sebelum dan sesudah menikah adalah dua dunia berbeda. Mustahil seseorang tidak akan berubah setelah melalui berbagai pengalaman hidup penting baginya. Kita dan pasangan sama-sama perlu mempersiapkan diri pada perubahan ini. Termasuk di dalamnya, perubahan sifat, karakter, perilaku, hingga berat badan!

Kepribadian seseorang bukanlah sesuatu yang menetap. Namun, perubahan itu harus datang dari diri sendiri, bukan kita yang mengubahnya. Jadi, lupakan soal menjadi pahlawan kesiangan karena berpikir kita bisa mengubah pasangan setelah menikah nanti. Lebih baik, coba diskusikan kalimat ini: apa yang akan kamu lakukan kalau suatu hari nanti aku berubah?

Tentang anak
Begini, menikah bukan hanya soal bikin anak karena bikinnya gampang, tapi butuh komitmen seumur hidup untuk mendidik anak. Jadi, sebelum kita serius menikah, coba ngomongin ini dengan pasangan. Bukan dimulai dengan berapa jumlah anak, tapi mau atau tidak punya anak!

Hargai keinginan pasangan soal pilihan anak. Menikah bukan hanya tentang bagaimana meneruskan garis keturunan (meski pada akhirnya urusan dapat anak, jumlah anak, itu semua kuasa Allah SWT), tetapi membangun kehidupan lewat komitmen seumur hidup dengan orang yang sama.

Ada orang bilang, nanti jadi orang tua akan siap sendiri kok. Sayangnya, tidak pernah ada sekolah jadi orang tua. Dan jadi orang tua butuh kesiapan fisik dan mental karena kita punya tanggung jawab membesarkan seorang manusia. Sudah banyak cerita anak yang ‘disia-siakan’ orang tua karena beragam hal. Begitu juga soal orang tua yang ‘memuja’ anak bak raja atau ratu. Maka, pembicaraan tentang anak WAJIB didiskusikan sebelum menikah!

Soal Karir
Keputusan apakah kita atau pasangan tetap bekerja setelah menikah itu harus didiskusikan dan disepakati bersama. Kalaupun misalnya pasangan meminta kita untuk di rumah saja, pastikan kita juga sudah berdamai dan bisa menerima hal itu. Jangan hanya bilang iya-iya saja demi bisa menikah, tetapi ketikan menjalaninya dengan berat hati, mengeluh, dan nggak ikhlas.

Pun kalau pasangan mengizinkan kita bekerja, buat kesepakatan tentang pengelolaan rumah tangga. Ya, memang abstrak sih jika ngobrol ini sebelum nikah. Namun, garis besarnya tetap bisa dibahas kok. Contoh, “Eh, nanti pas sudah nikah kamu saja yang masak ya? Aku masak air aja gosong lho.” Bisa juga, “Aku dan kamu kan sama-sama kerja nih. Gimana kalau kita bikin satu hari pas weekend untuk beres-beres rumah? Nyuci nyetrika mah ke laundry aja ya!”

Yaaaaa, mengharapkan obrolan dan kesepakatan itu terealisasi dengan baik 100% nyaris nggak mungkin sih. Namun, setidaknya kita dan pasangan sudah sama-sama tahu soal harapan terkait karir dan urusan rumah tangga. Jadi, sama-sama bisa menerima kenyataan pula dan ikhlas menjalaninya nanti.

Satu lagi, jangan kita bersikap mengecilkan peranan pasangan, sekalipun ia hanya di rumah saja. Bekerja dari dan di rumah itu berat lho. Jadi, tetap apresiasi pasangan, ucapkan terima kasih, belikan makanan favoritnya, atau ajak makan di luar. Begitu pula jika pasangan bekerja di luar rumah. Selalu dukung penuh apa yang ingin dilakukan pasangan, selama itu bagus untuk aktualisasi diri pasangan.

Tinggal di mana setelah menikah?
Ini hal teknis, tetapi PENTING BANGET diomongin. Karena kalau mau tinggal di rumah orang tua atau mertua, artinya sama-sama menyiapkan diri dan pasangan dengan pondok mertua indah. Plus, harus siap juga dengan banyak intervensi terkait kehidupan rumah tangga kita.

Tempat terbaik adalah punya rumah terpisah alias rumah sendiri. Bukan hanya supaya bisa mandiri dan mengandalkan satu sama lain, tetapi juga meminimalisir benturan dengan orang tua masing-masing. Lagipula, nggak enak kan mau ena’-ena’ tapi ruang gerak terbatas? :P

Soal kehidupan seks
Oh, ini jangan diobrolin dulu ding pas sebelum menikah. Namun, HARUS jadi salah satu bahan diskusi setelah resmi menikah. Begini, setelah menikah hubungan seks itu belum tentu berlangsung lancar. Apalagi, kita dan pasangan sama-sama masih malu-malu kucing soal ini. Boleh dibilang, butuh percobaan ratusan kali sampai akhirnya bisa tahu posisi mana yang pas, nyaman, dan memfasilitasi kebutuhan pasangan.

Caranya juga bukan hanya trial and error, tetapi balik lagi ke poin 1: mengkomunikasikan semuanya dengan pasangan. Bicara jujur dengan pasangan, apa yang kita suka dan tidak suka, tanyakan padanya, apa yang dia suka dan tidak suka. Ini akan membantu kita dan pasangan saling memahami kebutuhan dasar masing-masing dengan sangat baik.

Lebih lanjut, persiapan pranikah yang perlu didiskusikan terkait poin ke-8 ini adalah soal kesehatan reproduksi. Sedini mungkin, mulai periksakan diri terkait riwayat kesehatan pribadi (misalnya, apakah kita atau pasangan punya penyakit bawaan), kebersihan alat reproduksi, vaksinasi (perempuan harus vaksin apa saja sebelum menikah?), hingga perencanaan alat kontrasepsi. Membiasakan diri berdiskusi soal kehidupan seks sejak awal pernikahan penting dalam menjaga kehangatan cinta di rumah, yang nantinya juga berdampak pada kehidupan keluarga dan tumbuh kembang anak.


Nah, itu 8 hal yang harus kita diskusikan bersama pasangan terkait persiapan pernikahan. Jelas bahwa pernikahan bukan hanya soal mempersiapkan pesta meriah tujuh hari tujuh malam. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan tugas kita membangun, membina, memupuk, dan memelihara cinta dalam pernikahan itu seumur hidup.
Photo by rawpixel on Unsplash



Dalam pernikahan yang sehat, ada diri kita dan pasangan yang merasa utuh, ada kita dan pasangan yang saling mencintai, dan anak-anak yang tumbuh bahagia. Jadi, tidak pernah ada kata terlalu dini untuk mempersiapkan pernikahan. Kita bisa mengawalinya dari diskusi-diskusi kecil tentang 8 hal di atas bersama pasangan. Semoga berhasil! 

*)Materi di atas disampaikan dalam sesi Kuliah Jumat Kontenesia, 8 Februari 2019.


Referensi




7 comments:

  1. Terimakasih sharing nya:)
    Bagus bgt materinya

    ReplyDelete
  2. wah anak sya akan suruh baca ini deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan bu, terima kasih sudah mampir

      Delete
  3. wah saya setuju sekali dgn point2nya apalagi saya sering ngadepin curhatan yang ngebet pengen nikah beda bangsa,dgn status masih kuliah,baru lulus, itu point yang membahagiakan diri sendiri dulu emang saya pikir harus loh, jangan sampai begitu menikah menyesal dan ngerasa terkekang dgn kehidupan rumah tangga-beberapa krn usianya memang tergolong masih muda-meski ini ga hrs jd alasan kalo dia memang beneran siap- berakhir dgn keluhann mulu akhirnya, memutuskan hidup dimana jg memang penting, saya dari awal dgn suami sudah obrolin. kalaupun terpaksa dulu tinggal bareng mertua,harus ada jangka waktunya, planning masa depan kita atur berdua, karena kita pasangan, itu berjejer kan ya, berbagi beban.berbagi suka. keputusan dlm rumah tangga hrs lewat diskusi berdua,ga asal ambil keputusan sendiri, krn akan berujung konflik,dan terkurasnya kepercayaan,merasa krg dihargai dsb-artikelnya bermanfaat sekali mbak salam kenal, semoga banyak yang baca khususnya calon2 pengantin

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar sekali, mbak. terima kasih sudah mampir dan berbagi pengalaman :) salam kenal juga

      Delete
  4. S128Cah merupakan salah satu Situs Betting Online Terbaik Sepanjang Masa yang menyediakan semua permainan Populer, seperti :
    - Sportsbook
    - Live Casino
    - Sabung Ayam Online
    - IDN Poker
    - Slot Games Online
    - Tembak Ikan Online
    - Klik4D

    Kami juga menyediakan PROMO BONUS yang sangat menarik untuk para member tercinta kami.
    Berikut PROMO BONUS yang tersedia :
    - BONUS NEW MEMBER 10%
    - BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
    - BONUS CASHBACK 10%
    - BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!

    Untuk informasi lebih lanjut, bisa hubungi kami melalui :
    - Livechat : Live Chat Judi Online
    - WhatsApp : 081910053031

    Link Alternatif :
    - http://www.s128cash.biz

    Judi Bola

    Cara Daftar Judi Bola

    ReplyDelete

Powered by Blogger.