Berdamai dengan kesibukan
Mendapat hari 'libur' dari rutinitas di unit baru itu seperti menginjak rem dan berhenti sejenak pada lampu merah. Setelah berhari-hari sibuk menginjak gas sampai poll, hari ini saya kembali sesaat ke habitat asal. Mengingat tanggung jawab saya di unit asal juga tak kalah banyak, maka saya ingin sekali bisa bagi-bagi waktu untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Untunglah, rekan kerja saya sangat mendukung dan bisa menjadi tempat berbagi (tugas dan tanggung jawab). Itu enaknya bekerja dalam tim!
Sebetulnya, aneka ragam kesibukan di unit baru nggak bikin kaget banget sih. Zaman muda (maksudnya lajang) dulu saya biasa bekerja dikejar-kejar target dan melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Multitasking itu biasaaaaa (dan bisa dilakukan, alhamdulillah). Masalah datang ketika saya terlanjur berada di zona nyaman dan perpindahan ini mendorong saya untuk keluar dari area nyaman yang sudah saya miliki. Apalagi, saya punya Rasya, yang HARUS SELALU menjadi prioritas utama. Makanya, rasa sedih dan gundah gulana kerap mendera saat terpaksa meninggalkan Rasya lebih lama atau menitipkan di rumah mertua.
Saya sampai bertanya pada suami, "Mama belakangan ini kurang perhatian nggak sih sama Rasya?"
Jawab suami, "Nggak kok, biasa aja, buktinya Rasya tetap cari Mama."
Lain hari, saya bertanya lagi, "Menurut Ayah, Mama perlu di rumah aja nggak? Habis rasanya kasihan lihat Rasya sering ditinggal."
Suami pun menjawab, "Hmm....Nggak tega, soalnya meski repot, tetap aja nggak tega. Nggak tega lihat Mama cuma di rumah aja."
"Berarti kekhawatiran Mama agak lebay ya?"
"Iya," jawab suami pendek.
Mungkin karena kami tinggal di kota kecil ya, yang jarak dan waktu adalah hal mudah didapat, maka suami tetap ingin kami menjalani rutinitas seperti biasa. Ya bekerja, ya bermain bersama Rasya, ya kruntelan bertiga, semuanya tetap sama kok. Hanya saja kesibukan pekerjaan saya yang bertambah. Tinggal pintar-pintar menjaga kualitas kebersamaan bertiga. Toh meski sibuk, saya tetap memasak setiap hari, tetap bisa membuatkan suami sarapan, dan paling penting tetap bisa peluk-pelukan bertiga begitu pulang kerja.
Semalam, saya terpaksa lembur sampai pukul 21.30. Sampai rumah mertua, ternyata Rasya belum tidur. Padahal, saya sudah siap patah hati kalau Rasya sudah tidur duluan. Rupanya, Rasya memang menunggu saya pulang. Kalau kata teman saya, anak itu belum bisa tidur jika belum dikelekin (tidur dirangkul alias di bawah ketiak) mamanya. Benar saja, begitu pasang posisi kelonin, menyusui, nggak sampai 10 menit, Rasya sudah pulas :)
Hmmm....mudah-mudahan memang ini cara jitu untuk berdamai dengan kesibukan. Sesibuk apapun saya (atau suami), kami selalu punya rumah untuk pulang. Rasya selalu menyambut kami dengan senyuman lebar! :*
Bahagia banget pastinya ya Mbak, ketika pulang Rasya masih melek
ReplyDeleteSalam kenal :)
betul, itu rasanya bikin tenang sekaligus legaaa...salam kenal juga, mbak. terima kasih sudah mampir :)
Delete