Ma, aku mau jalan sendiri!

Sudah jadi naluri orang tua untuk selalu melindungi anaknya. Bukan cuma melindungi, kalau bisa mendekapnya setiap saat.

Sudah jadi hasrat orang tua juga untuk ingin punya anak dengan milestone yang tepat waktu, sesuai usianya. Bakal kelabakan heboh kalau pada usia tertentu, si anak belum mencapai milestone yang umumnya sudah dicapai teman seusianya.

Perasaan seperti ini pula yang sering menghinggapi saya sejak Rasya bisa berjalan, memanjat sana-sini, dan melakukan beragam perilaku menggemaskan tapi bikin deg-degan. Dulu pas Rasya masih merangkak, saya berharap ia cepat jalan. Begitu sudah jalan, saya langsung deg-degan setiap melihat Rasya memanjat kursi, tempat tidur, turun dari tempat tidur, atau memanjat tangga. Bahkan ketika berjalan tak mau dipegangi!

Seribu satu macam kekhawatiran selalu muncul. Khawatir Rasya jatuh, terpeleset, tersandung, ada luka, dan lain sebagainya (teringat episode Rasya jatuh dari tempat tidur, yang bikin ia sukses tampak seperti Chris John habis bertanding dengan luka memarnya di mata). Rasanya, kalau bisa saya selalu sedia safety net di sekitar Rasya, supaya ada yang menahannya ketika ia terjatuh.

Pun saat berjalan dan ia melepaskan pegangan tangannya. Khawatir dan deg-degan kembali datang. 

Namun, pada satu titik, saya tertampar oleh situasi tersebut.

Rasya, si batita 15 bulan ini, mengingatkan saya untuk mundur selangkah. Bukan mundur untuk membiarkannya tak terjaga, tetapi mundur untuk mengamati, memperhatikan, dan mendoronganya berpetualang dalam dunia barunya.

Ia membutuhkan ruang untuk bergerak dan berkembang. Ia membutuhkan ruang untuk bereksplorasi, pada rumput, aspal jalanan, tanah, air, bau asap fogging, burung, hujan, sampai sampah yang dilihatnya.

Maka, sudah menjadi keharusan bagi saya dan si Ayah untuk memberikan Rasya kesempatan bermain sebanyak mungkin, juga kesempatan mengeksplorasi apapun yang ia lihat. Sedikit kelonggaran tak menyakitkan, tetapi membantunya belajar lebih banyak, selama masih kita pantau dan perhatikan :)

Kalau kita menahannya terus, anak akan merasa terkungkung dan bahkan tak percaya diri. Rupanya, membangun rasa percaya diri itu tak perlu menunggu anak sekolah, sejak bayi pun ia harus diberikan kepercayaan. Percayai anak untuk melakukan tugas kecil di rumah, untuk Rasya, spesialis menyalakan lampu atau menaruh pakaian kotor. Percayai anak untuk (sesekali) melakukan apa instingnya, seperti memanjat tempat tidur atau tangga, sambil tetap dijaga. 

Semakin besar si anak, maka akan semakin banyak lahan untuk memberinya kepercayaan. 
Itu esensi menjadi orang tua, menjadikannya bisa berdiri sendiri!

Seperti yang terjadi pada Rasya saat kami pergi ke taman akhir pekan lalu. Tak mau dipegangi, ia melepas genggaman saya dan melangkah seolah berkata, 'Ma, aku mau jalan sendiri!' :')
 


2 comments:

  1. sy pernah ngajak anak2 ke tangkuban perahu. Pas ada yg nanjak2nya gitu saya kan teriak2, maksudnya ngingetin supaya hati2. Trus anak sy bilang "Bunda sesekali kasih kepercayan ke Keke kenapa sih. Keke bisa bundaaa.." Mak jleb juga ucapannya tapi emang bener :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya ya, kadang kita yang terlalu khawatir. namanya anak suatu hari pasti ia akan tumbuh dewasa seperti kita sekarang. klo udah begini, jadi ngerti kenapa dulu sama orang tua sering nggak boleh ini itu :)

      Delete

Powered by Blogger.