The Single Moms: perjuangan para ibu tunggal
Gambar dipinjam di sini |
Perpisahan memang bukan sesuatu yang diinginkan oleh semua orang, apalagi pasangan suami istri. Namun, setiap orang memiliki jalan hidup berbeda. Toh ketika seseorang dan pasangannya memutuskan berpisah, dalam opini saya, boleh jadi itu betul-betul merupakan keputusan terbaik bagi mereka.
Memang sih perpisahan sebuah pernikahan bisa menyelesaikan satu masalah, tetapi memunculkan masalah lain, terlebih bila pernikahan itu sudah membuahkan anak. Satu, dua, atau bahkan lebih dari tiga anak tentu menjadi 'pikiran' orang tua. Mengurus berdua saja kadang pontang-panting, apalagi sendirian?
The Single Moms memotret kisah empat orang ibu tunggal dengan segala tantangan yang harus mereka hadapi. Status 'janda' yang disandang mereka ternyata masih mendapat cap negatif, justru dari lingkar terdekatnya. Belum lagi embel-embel 'janda' yang memang masih dipandang sebelah mata dalam masyarakat. Namun, kegigihan para ibu tunggal ini membesarkan anak-anaknya sangat mengagumkan. Jatuh pada titik terbawah, tetapi mampu bangkit lagi dan berjalan dengan kepala tegak. Ya, bukan soal kegagalan pernikahan yang menjadi utama, tetapi bagaimana bisa bertahan dan menjalani kembali hidup yang terus bergulir.
Empat kisah ini ditulis oleh Ainun Chomsun, Budiana Indrastuti, Mia Amalia, dan Rani Rachmani Moediarta. Masing-masing penulis mampu menyampaikan kisahnya dengan tenang dan mengalir. Sama sekali tidak ada kesan 'kasihan ya, bapaknya nggak ada.' Mereka mengisahkan ceritanya dengan bangga. Bagi saya, rasa bangga itu malah menjadikan kisah mereka inspiratif, bukan hanya untuk ibu tunggal, tapi untuk semua perempuan berstatus ibu :)
Menjadi single parent tidak selalu sedih dan merana. Justru setiap pencapaian walaupun kecil terasa sangat berarti karena aku kerjakan sendirian. (hlm. 41)
Tentu saja happy-ending versi kami berdua. Sebab...bila menurut takaran umum, apa yang kami nikmati belum tergolong sukses. Terutama karena keputusan-keputusanku di dalam hidup bukanlah keputusan yang terpuji di mata orang banyak. (hlm. 79)
Aku ingin balik bertanya: sanggupkah orang luar menerima kenyataan itu? Kenyataan bahwa orang tua tunggal itu bukan menjadi masalah, asalkan 'pengadilan' sosial di luar sana tidak menuntut keseragaman dalam bentuk keluarga dan tidak pula terlalu mudah menjatuhkan vonis. (hlm. 87)
Pada akhirnya, setiap ibu selalu meluapkan naluri untuk melindungi, memberikan keamanan-kenyamanan 100% bagi anak-anaknya. Namun, saya sangat setuju dengan pendapat Rani Rachmani Moediarta. Peran seorang ibu justru membuat kita berlaku sebaliknya, ingin mendorong anak mengalahkan rasa takut memasuki petualangan baru, ingin membantu anak supaya terus maju ke pinggir tebing untuk mengembangkan potensinya.
A mother is not a person to lean on but a person to make leaning unnessary. - Dorothy Canfield Fisher
Ahh...membaca kalimat itu membuat saya merenung, apa yang akan saya lakukan pada Rasya nanti jika ia kelak semakin besar? Saya tahu saya hanya ingin terus melindunginya, tetapi pada saat bersamaan saya juga harus memberikan padanya ruang untuk berkembang kan?
Ibu bukanlah seseorang yang dijadikan tempat untuk bersandar, tetapi seseorang yang menjadikan anak untuk berdiri sendiri!
There always a happy ending if we make it happen. Kisah empat ibu tunggal yang inspiratif ini mengundang semua, siapapun yang berstatus ibu, untuk membaca, menikmati, dan menarik banyak pelajaran dari mereka.
Selamat membaca!
No comments: